Mahasiswa Keluhkan Minim Literasi Kedaerahan, Funco Tanipu: Jangan Pilih Politisi Tak Suka Baca Buku
Mahasiswa Universitas Ichsan Gorontalo kritisi Pemerintah melalui acara Bedah Buku berjudul Momu’ato (membuka tabir asal mula nama-nama kampung)
TRIBUNGORONTALO.COM - Mahasiswa Universitas Ichsan Gorontalo kritisi Pemerintah melalui acara Bedah Buku berjudul Momu’ato (membuka tabir asal mula nama-nama kampung) di Aula FISIP Universitas Ichsan Gorontalo, Rabu (28/9/2022)
Rahmat Imran, mahasiswa asal Gorontalo Utara, mengakui literasi tentang kedaerahan Gorontalo sangat sulit ditemui, terlebih referensi buku sejarah, budaya dan adat di Gorontalo itu masih kurang.
Mahasiswa ini mengungkapkan, sejatinya banyak masyarakat tertarik melestarikan budaya di Gorontalo, namun minimnya literasi bisa menghambat itu.
Dia memisalkan, di Gorontalo saat memasuki bulan Syaban biasanya dilangsungkan prosesi acara Modua To Paita atau mendoakan orang yang telah meninggal.
Di Gorontalo Utara, lanjut Rahmat, sudah langka para imam mendoakan pekuburan atau makam. Bahkan, pemuda di daerahnya itu mulai kehilangan cara melestarikan budaya itu.
Dia berharap narasumber bedah buku kali ini bisa menyuarakan kepada Pemerintah dan Legislatif untuk melahirkan kebijakan untuk melestarikan budaya-budaya di Gorontalo berupa karya ilmiah.
Katanya, tidak hanya tokoh adat yang berkurang untuk mentransormasikan adat istiadat ke pemuda, melainkan, budaya di Gorontalo, seperti halnya Budaya Tujai khas Gorontalo juga mulai hilang dewasa ini.
“Banyak sekali anak muda di Gorontalo Utara ingin belajar dan melestarikan budaya, tetapi referensi kearifan lokal sangatlah minim,” ucapnya.
Menanggapi hal ini, Funco Tanipu mengatakan, terkait referensi sejarah, budaya dan lainnya tentang kedaerahan merupakan kesalahan masyarakat.
“Salahnya kita dimana? yaa, salah pilih politisi.” tuturnya.
Funco melanjutkan, ke depan masyarakat harus pandai memilih politisi yang menyukai sastra dan terutama sejarah.

“Kalau politisi tidak suka sastra kemudian kita pilih, pasti dia tidak akan menyukai kegiatan semacam ini," jelas Funco.
"Paling yang disukai hanya proyek rabat beton, perbaikan draenase, jalan ini jalan itu dan lain-lain,” sambungnya.
Menurutnya, politisi tidak menyukai sastra, tentu berfikir apa untungnya kegiatan semacam literasi ini.
Padahal pembahasan tentang sastra, bagian investasi masa depan atau sebagai modal sumber daya manusia, sehingga sejarah dan budaya Gorontalo tetap diketahui banyak orang.
“Kegiatan bedah buku hari ini tidak sekadar bicara buku, tetapi mencari orang-orang atau kelompok menyukai kegiatan semacam ini untuk bisa mewariskan nilai-nilai budaya Gorontalo,” tandasnya.
(TribunGorontalo.com)