Demo Mahasiswa Gorontalo
Prof Rahmat: Pancasila Jadikan Cara Berpikir Seseorang Moderat
Prof DR Abdul Rahmat SSos, MPd, Guru Besar PLS-FIP Universitas Negeri Gorontalo menjelaskankan soal Pancasila.
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Prof DR Abdul Rahmat SSos, MPd, Guru Besar PLS-FIP Universitas Negeri Gorontalo menjelaskankan soal Pancasila.
Berikut artikel yang dirilis Prof Rahmat kepada TribunGorontalo, Rabu (1/6/2022).
Pada 1 Juni 2022 menjadi momentum untuk memperingati hari lahirnya Pancasila. Hari lahir dimana terbangunnya harmoni kehidupan bangsa Indonesia.
Memaknai Pancasila secara seimbang menjadi sangat penting karena akan menjadikan cara berpikir seseorang menjadi moderat, sehingga sikap dan cara berpancasila yang moderat akan menjadikan seseorang berkepribadian paripurna dalam menanamkan nilai nilai kebangsaannya.
Moderasi kebangsaan memiliki tujuan menjaga toleransi di tengah kebhinekaan, persatuan dan kesatuan.
Moderasi kebangsaan menjadikan nilai-nilai Pancasila makin tampak nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sikap positif terhadap Pancasila adalah sikap baik dan mendukung nilai-nilai Pancasila serta berupaya melestarikan dan mempertahankannya.
Nilai ini dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-sehari dengan berperan serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila di lingkungan, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.
Sikap positif seseorang terhadap Pancasila dapat terlihat apabila selalu berusaha mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Sehingga Pancasila ini bisa dikatakan semacam ideologi kompromi, yang menurut ahli sosial disebut sebagai ideologi of tolerant.
Yang mana sebuah ideologi yang mentoleransi semua perbedaan supaya modal sosial kita untuk merdeka bisa semakin kuat.
Moderasi kebangsaan di Indonesia tentu saja harus dijaga, dipertahankan dan dilestarikan karena menjadi modal utama dalam membangun bangsa yang lebih kuat dan makmur.
Sebagai dasar negara, pancasila telah dirumuskan melalui diskusi panjang dan hati-hati oleh para founding fathers Indonesia.
Setelah itu, lahirlah perangkat negara seperti undang-undang dasar, sistem ketatanegaraan dan lain-lain.
Berbagai ideologi tandingan maupun gerakan yang menentang Pancasila pernah dilakukan oleh berbagai oknum dan kelompok.
Gerakan melawan Pancasila ini tidak hanya berpotensi pada disintegrasi bangsa, ideologi-ideologi tandingan tersebut juga telah banyak memakan korban jiwa, seperti yang tercatat dalam perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Proses perumusan Pancasila bukanlah tanpa silang pendapat, bahwa sempat terjadi perdebatan ketika kelompok Islam tertentu ingin memperjelas identitas keislamannya di dalam Pancasila.
Tapi justru perdebatan itu telah melahirkan sebuah ideologi yang merangkul segenap perbedaan. Perbedaan memang sebuah keniscayaan di negeri yang Bhineka, Pancasila harus menjadi ideologi yang mampu merangkul segenap keberagaman untuk tetap bersatu dalam bingkai NKRI.
Suandi Silalahi (2022) menngutif dalam buku "Mencapai Indonesia Merdeka," Soekarno sudah menuliskan dan menyuarakan dengan lantang bahwa kemerdekaan, kemerdekaan politik tak lain daripada jembatan, suatu jembatan emas yang di seberangnya kita akan membangun masyarakat kita sendiri.
Dengan beranjak dari karya intelektualnya 1933 ini, maka Soekarno mengutarakan rangkaian-rangkaian yang hendak sebagai dasar filosofi Indonesia merdeka; Nasionalisme Indonesia atau kebangsaan Indonesia, sekali lagi bukanlah nasionalisme yang sempit, tetapi dalam artian semua yang tinggal mempunyai hak terhadap Indonesia sebagai tanah airnya, orang Jawa, orang Sumatra, orang Sunda, dan etnik lainnya sebagai rakyat Indonesia).
Perikemanusiaan (persaudaraan dunia, sebagai negara yang sudah ada nasionalisme yang sudah merdeka, maka hendaklah menuju kekeluargaan bangsa-bangsa di dunia).
Bahwa sejarah mencatat, tiada satupun bangsa di dunia ini bisa bangkit dan berkembang tanpa roh kebangsaan atau tanpa dasar filosofi yang dinamis dan dialektis.
Pancasila sebagai dasar negara memberikan pedoman bagi masyarakat yang beragam untuk berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila merupakan pandang. (*)