Hari Keanekaragaman Hayati Internasional
Begini Strategi Pelestarian Habitat Babirusa di Gorontalo
Sayangnya, menurut dia, babirusa yang mendiami sejumlah kawasan hutan di Gorontalo itu, statusnya masuk kategori rentan punah di alam liar.
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo, Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (BIOTA), dan The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) Simpul Gorontalo menggelar talkshow (gelar wicara) terkait upaya pelestarian satwa prioritas babirusa (Babyrousa) dan habitatnya di Gorontalo, Minggu.
Talkshow yang digelar secara daring pada momen Hari Keanekaragaman Hayati Internasional itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo, Biodiversity Specialist Hanom Bashari, dan Kepala SPTN 1 Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) Bagus Tri Nugroho.
“Gorontalo yang berada di kawasan Wallacea memiliki kekayaan flora dan fauna, salah satunya adalah babirusa. Satwa ini dapat dijumpai di hutan-hutan Gorontalo seperti Hutan Nantu, TNBNW, hingga hutan di bagian Barat Gorontalo seperti di Kabupaten Pohuwato,” ungkap Koordinator SIEJ Gorontalo dan BIOTA, Debby Mano.
Sayangnya, menurut dia, babirusa yang mendiami sejumlah kawasan hutan di Gorontalo itu, statusnya masuk kategori rentan punah di alam liar.
“Karena itu untuk mengetahui bagaimana sebetulnya ancaman terhadap habitat babirusa di Gorontalo dan membagikan informasi mengenai temuan-temuan terbaru tentang spesies ini, kami merasa perlu untuk menggelar talkshow,” kata Debby yang juga jurnalis LKBN Antara tersebut.
Hanom Bashari secara rinci menjelaskan,ada tiga jenis babirusa di alam yakni Sulawesi Babirusa (Babyrousa celebensis), Togean Babirusa (Babyrousa togeanensis), dan Hairy Babirusa (Babyrousa babyrussa) atau juga dikenal sebagai babirusa berbulu lebat.
“Mereka (babirusa Sulawesi) biasanya hidup berkelompok. Anaknya satu sampai dua. Tidak banyak seperti babi hutan. Bisa hidup sampai 20 tahunan,” jelas Hanom.
Sementara habitat babirusa ini kata Hanom, yakni hampir seluruh hutan primer dataran rendah di Sulawesi. Baik itu lembah, area datar, tepi sungai. Kadangkala juga mendatangi tepi hutan sekunder.
Hewan ini juga memiliki habitat khusus yakni area rawa atau tergenang air, juga sumber mata air bergaram (salt lick).
“Perburuan dan perdagangan masih menjadi ancaman untuk mereka. Kemudian ancaman berikutnya adalah berkurangnya dan hutan-hutan primer di Sulawesi akibat pembalakan dan konversi hutan menjadi lahan budidaya,” ungkap Hanom.
Sementara itu Bagus Tri Nugroho menjelaskan, babirusa adalah satu dari empat satwa prioritas utama yang dilindungi di kawasan TNBNW.
“TNBNW sudah melakukan program-program yang termasuk dalam strategi konservasi babirusa. Diantaranya pengendalian perburuan dan perdagangan ilegal babirusa,” kata Bagus.
Program lainnya misalnya pengelolaan habitat, pembangunan sistem pangkalan data, peningkatan peran lembaga konservasi, komunikasi dan penyadartahuan publik, pengembangan kerja sama dan kemitraan, serta pendanaan yang berkelanjutan.
“Kami setiap tahun melakukan kegiatan monitoring rutin, baik Anoa, Babirusa, maupun Maleo. Pemantauan dilakukan dengan transek, point count, dan pemasangan camera trap. Dan saat ini yang menjadi prioritas adalah pemantauan babirusa menggunakan camera trap,” urainya.
Sejak 2019, pihaknya sudah melacak lokasi yang aman untuk pemantauan babirusa. Site ini membantu pihaknya dalam memprediksi populasi babirusa di TNBNW.