Sosok Lengkap Ferdinand Marcos Jr Presiden Terpilih Filipina
Ferdinand Marcos Jr adalah anak dari mantan diktator dan presiden Filipina Ferdinand Marcos.
TRIBUNGORONTALO.COM, Manila - Ferdinand Marcos Jr adalah anak dari mantan diktator dan presiden Filipina Ferdinand Marcos.
Marcos Jr, yang dikenal dengan nama panggilannya "Bongbong", memenangi pemilihan presiden atau pilpres Filipina pada Senin (9/5/2022) dengan telak. Dalam 36 tahun sejak pemberontakan rakyat menggulingkan patriark dan mendepak keluarga ke pengasingan AS, klan Marcos membangun kembali kekayaan politik mereka.
Terlepas dari kekhawatiran ayahnya sendiri tentang sifatnya yang bebas dan malas, Ferdinand Marcos Jr (64) berhasil mencapai posisi tertinggi.
Setelah kalah tipis dalam pemilihan wakil presiden dari Leni Robredo dalam pemilihan 2016, dia bertekad bertanding ulang dalam pilpres Filipina yang diharapkan hasilnya akan berbeda.
Bersumpah untuk menyatukan negara, Ferdinand Marcos Jr membuat janji besar saat kampanye untuk meningkatkan lapangan kerja dan mengatasi kenaikan harga di negara berpenghasilan menengah ke bawah tersebut.
“Persatuan adalah tujuan saya karena saya sangat yakin bahwa persatuan adalah langkah pertama untuk keluar dari krisis yang kita alami sekarang ini,” kata Ferdinand Marcos Jr pada Februari tanpa pernah menjelaskan lebih lanjut apa arti slogan itu.
Sosok yang terpolarisasi Calon presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr (tengah) yang merupakan putra diktator terakhir negara itu, menyapa massa saat berkampanye di Quezon City, Filipina, Rabu (13/4/2022).
Tumbuh di istana kepresidenan di Manila, Ferdinand Marcos Jr ingin menjadi astronot sebelum ia mengikuti jejak ayahnya ke dunia politik.
Dia menjabat sebagai wakil gubernur dan dua kali sebagai gubernur provinsi Ilocos Norte, juga pernah betugas di Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat. Ibunya yang berusia 92 tahun, Imelda, memimpikan Ferdinand Marcos Jr menjadi pemimpin negara.
Hubungan Ferdinand Marcos Jr dengan ayahnya, yang pemerintahannya ditandai dengan penindasan berdarah pada tahun-tahun darurat militer, menjadikannya salah satu politisi paling terpolarisasi di negara itu.
Dia mendapat keuntungan dari banjir misinformasi di media sosial yang menargetkan mayoritas pemilih muda tanpa ingatan tentang korupsi, pembunuhan, dan pelanggaran lain yang dilakukan selama 20 tahun pemerintahan Marcos senior.
Kampanyenya didukung dengan bekerja sama dengan Sara Duterte, yang hasil awalnya memenangi pemilihan wakil presiden dengan telak dan dukungan dari elite-elite politik lainnya.
Sejarah bersama Ferdinand Marcos Jr dan Duterte sebagai keturunan para pemimpin otoriter mengkhawatirkan kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan banyak di kalangan pemuka agama yang takut mereka akan menggunakan kemenangannya untuk mempertahankan kekuasaan.
Ferdinand Marcos Jr berada di sekolah asrama di Inggris pada 1972 ketika ayahnya mengumumkan darurat militer, melakukan korupsi skala besar, dan tindakan keras berdarah terhadap perbedaan pengunjuk rasa.
Dia membela pemerintahan ayahnya dengan mengutip lonjakan awal pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di bawah darurat militer, yang katanya diperlukan untuk menyelamatkan negara dari pemberontakan komunis dan milisi.
Meski ia menggambarkan ayahnya sebagai jenius politik, Ferdinand Marcos Jr menjaga jarak dari tuduhan penjarahan kas negara dan salah urus ekonomi yang kemudian memiskinkan bangsa.
Setelah kematian diktator itu di Hawaii pada 1989, keluarga Marcos kembali ke rumah dan memulai kebangkitan mereka untuk menduduki posisi yang lebih tinggi.
Perubahan haluan keluarga dibantu oleh kekecewaan publik atas jurang pemisah abadi antara kaya dan miskin, dan tuduhan korupsi yang merusak pemerintahan pasca-Marcos.
Berusaha menghindari terulangnya kampanye 2016 ketika diburu oleh pertanyaan tentang masa lalu keluarganya, Ferdinand Marcos Jr kali ini menolak debat dengan rival dan hanya memberikan sedikit wawancara.
Para lawan juga tidak berhasil membuatnya didiskualifikasi dari pencalonan presiden karena hukuman pajak sebelumnya.
Mereka pun menuduhnya melebih-lebihkan kualifikasi pendidikannya dan keluarganya gagal membayar hampir 4 miliar dollar AS (Rp 58,19 triliun) dalam bentuk pajak tanah.
Sampai baru-baru ini, presiden petahana Rodrigo Duterte menjadi pendukung Ferdinand Marcos Jr. Meskipun partainya mendukung Marcos sebagai presiden, Duterte menyebutnya sebagai pemimpin yang lemah.
Hal ini memicu spekulasi bahwa Duterte, yang menghadapi penyelidikan internasional atas perang narkoba yang mematikan, berusaha mendapatkan jaminan dari Ferdinand Marcos Jr ketika dia keluar dari jabatannya.
Pada minggu terakhir kampanye, ketika Robredo tampaknya mendapatkan momentum, Ferdinand Marcos Jr memperingatkan kecurangan suara tanpa memberikan bukti apa pun.
Kenapa Pilpres Filipina 2022 Kontroversial?
Masyarakat Filipina melakukan pemungutan suara untuk memilih presiden baru pada Senin (9/5/2022), yang menurut para analis akan menjadi pemilihan paling signifikan dalam sejarah negara Asia Tenggara baru-baru ini.
Tidak ada putaran kedua, sehingga nama presiden baru bisa diketahui dalam beberapa jam. Peresmian dilakukan pada Juni mendatang.
Akan tetapi, politik bisa menjadi bisnis yang berbahaya di Filipina dan ada risiko kekerasan selama kampanye dan pemilihan itu sendiri.
Dalam salah satu insiden paling mengerikan, puluhan orang tewas dan dikubur di pinggir jalan pada 2009 oleh klan politik saingan, dalam apa yang kemudian dikenal sebagai pembantaian Maguindanao.
Adapun Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang akan turun dari jabatannya, meninggalkan sejumlah warisan masalah dari kemerosotan ekonomi, penindakan keras pada media serta para pengkritiknya, serta isu penangan pandemi yang sedikitnya menewaskan 60.439 jiwa.
Dalam Pemilihan Presiden 2022 saat ini, ada 10 orang kandidat yang berjuang untuk menggantikannya, tetapi hanya dua yang berpeluang menang menurut laporan Al Jazeera.
Yang pertama dan paling diunggulkan adalah Ferdinand Marcos Jr, yang dikenal sebagai "Bongbong". Dia adalah putra diktator Filipina dengan nama yang sama, yang digulingkan dan diasingkan dalam pemberontakan 1986.
Yang kedua adalah Leni Robredo, wakil presiden saat ini dan kepala oposisi, yang menjanjikan pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan, untuk menghidupkan kembali demokrasi negara.
Kepada Al Jazeera, Ilmuwan politik Universitas Diliman Filipina Aries Arugay mengatakan Pilpres Filipina 2022 ini benar-benar kampanye yang baik versus yang jahat. “Ini cukup jelas.
Marcos mewakili dinasti, otokrasi, dan impunitas. Robredo mewakili kebalikan dari itu: integritas, akuntabilitas, dan demokrasi.”
Jajak pendapat menunjukkan Marcos Jr tetap memimpin meskipun Robredo tampaknya menutup celah. Putra diktator berusia 64 tahun itu memasuki politik berbenteng nama besar keluarganya di Ilocos Norte sejak 1980. Dia menjadi gubernur provinsi ketika ayahnya digulingkan dari kekuasaan dan demokrasi dipulihkan.
Pada 1992, ia terpilih menjadi anggota kongres – lagi-lagi untuk Ilocos Norte. Tiga tahun kemudian, dia dinyatakan bersalah atas penggelapan pajak, kasus yang terus menghantuinya tetapi tampaknya tidak menghalangi karir politiknya.
Marcos Jr terpilih sebagai senator pada 2010, tapi gagal mencalonkan diri sebagai wakil presiden Filipina enam tahun kemudian setelah kalah dari Robredo.
Di jalur kampanye, Marcos Jr berbicara tentang "persatuan", tetapi memberikan sedikit detail tentang kebijakannya dan menghindari wawancara dan debat media. Pasangan yang diunggulkan untuknya adalah Sara Duterte-Carpio, putri Duterte, yang mengambil alih sebagai Wali Kota Kota Davao dari ayahnya dan memimpin pencalonan wakil presiden.
Sementara itu, Robredo adalah wakil presiden saat ini dan pengacara hak asasi manusia yang terjun ke dunia politik pada 2013, setelah suaminya (seorang menteri pemerintah) tewas dalam kecelakaan pesawat.
Dia masuk dalam kontestasi politik pada tahap yang relatif terlambat, dan mengandalkan jaringan sukarelawan “gerakan merah muda” untuk memenangkan pemilih di seluruh kawasan.
Ribuan orang telah mengikuti kampanyenya, beberapa di antaranya berdiri berjam-jam di bawah terik matahari menunggu untuk mendengar pidato calon presiden. Robredo diunggulkan berpasangan dengan Senator Francis “Kiko” Pangilinan.
Dia dinilai akan menjalankan platform pemerintahan yang baik, demokrasi, dan pemberantasan korupsi. Mengapa keluarga Marcos kontroversial? Ferdinand Marcos, ayah Marcos Jr, menjadi presiden Filipina pada 1965.
Dia memenangkan rakyat Filipina dengan karisma dan retorikanya, dan mengambil alih negara yang pada saat itu muncul sebagai salah satu kekuatan baru di Asia Tenggara.
Marcos memenangkan masa jabatan kedua pada 1969. Tiga tahun kemudian, dia menyatakan darurat militer yang diklaim dilakukan untuk "menyelamatkan" negara dari komunis.
Selama 14 tahun berikutnya, ia memerintah negara itu sebagai diktator. Lebih dari 3.200 orang tewas, banyak yang jasadnya dibuang di pinggir jalan sebagai peringatan bagi orang lain.
Banyak lainnya mengalami penyiksaan atau dipenjara secara sewenang-wenang, menurut akademisi dan sejarawan AS, Alfred McCoy.
Meskipun banyak warga Filipina yang hidup dalam kemiskinan saat itu, keluarga Marcos membeli properti di New York dan California, lukisan karya seniman termasuk master impresionis Monet, perhiasan mewah, dan pakaian desainer.
Pada 2004, transparency International memperkirakan pasangan tersebut menggelapkan sebanyak 10 miliar dollar AS selama tahun-tahun kekuasaan mereka.
Imelda, istri Marcos, menjadi buah bibir karena kemewahannya. Tetapi sejak kematian mantan diktator itu di Hawaii pada 1989, keluarga Marcos berusaha merehabilitasi diri nama keluarganya.
Mereka mencoba menggambarkan kediktatoran sebagai semacam zaman keemasan. Pada 2016, Duterte mengizinkan Ferdinand Marcos untuk dimakamkan di pemakaman pahlawan Manila, lengkap dengan penghormatan 21 senjata.
Dalam Pilpres Filipina 2022, keluarga Duterte bersekutu dengan keluarga Marcos. Di negara di mana ikatan darah lebih penting daripada partai politik mana pun, pencalonan dari dua anak mantan presiden ini mendapat dukungan dari dinasti berpengaruh politik lainnya.
“Kebangkitan luar biasa dari keluarga Marcos itu sendiri merupakan kegagalan besar lembaga-lembaga demokrasi negara itu,” tulis akademisi Richard Javad Heydarian dalam kolom untuk Al Jazeera.
“Impunitas yudisial selama beberapa dekade, pengapuran sejarah, politik yang dipenuhi korupsi, dan pertumbuhan ekonomi eksklusif mendorong semakin banyak orang Filipina ke pelukan Marcos.”
Banyak yang khawatir jika kandidat dari dinasti politik Filipina terpilih - Marcos Jr (calon Presiden) dan putri Duterte (calon wakil presiden), dapat menandai era baru penindasan di Filipina. “Keduanya adalah keturunan dari dua penguasa yang kuat,” kata Arugay.
“Bisakah kita mengharapkan pemerintah yang menahan diri dan inklusif? Anda tidak perlu menjadi ilmuwan politik untuk menjawab pertanyaan itu.”
Sementara itu, awal pekan ini sekitar 1.200 pemimpin keagamaan mendukung Robredo dan Pangilinan. Mereka digambarkan sebagai “gembala yang baik”.
Setidaknya 86 persen orang Filipina beragama Katolik. “Kita tidak bisa begitu saja mengangkat bahu, dan membiarkan nasib negara kita didikte oleh klaim palsu dan menyesatkan yang bertujuan untuk mengubah sejarah kita,” kata mereka. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Ferdinand Marcos Jr, Anak Diktator yang Jadi Presiden Terpilih Filipina"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/100522-Ferdinand-Marcos-Jr.jpg)