Maulid Nabi di Gorontalo
Maulid Nabi di Gorontalo Hadirkan Miniatur Ikonik Menara Center Point Bone Bolango
Remaja di Bone Bolango, Gorontalo, menghadirkan tolangga unik berbentuk menara Center Point pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah.
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Remaja di Bone Bolango, Gorontalo, menghadirkan tolangga unik berbentuk menara Center Point pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah.
Tolangga adalah wadah dengan berbagai bentuk. Fungsinya untuk meletakan berbagai pangan untuk dibagikan kepada para pezikir di masjid.
Sejak pagi, halaman Desa Longalo dipadati warga dari berbagai usia.
Para ibu membawa kue-kue tradisional hasil dapur rumah, sementara para pemuda menyusun kerangka tolangga dari bambu yang dirancang menyerupai menara.
Anak-anak tampak antusias, sebagian membawa baki berisi kue, sebagian lainnya duduk rapi menanti acara dimulai.
Miniatur Tugu Center Poin ini kira-kira setinggi dua meter. Dekorasinya dibuat semirip mungkin dengan aslinya.
Jadi satu-satunya Tolangga ikonik, menjadikan miniatur ini pusat perhatian.
Banyak yang kagum lantaran kreativitas para pemuda Karang Taruna Desa Longalo, Kecamatan Bulango Utara ini.
Pantauan TribunGorontalo.com, kue lokal, Kolombengi bulat berwarna cokelat keemasan menghiasi bagian bawah, sukade warna-warni disusun seperti mozaik, wapili ditata di tengah, dan telur rebus putih bersih ditempatkan di puncak sebagai simbol kesucian.
Kain hijau dan kuning keemasan melilit kerangka bambu, menambah nuansa sakral dan meriah.
Lantunan salawat dan dikili (zikir) menggema, dipandu oleh para imam dan tokoh agama lokal yang dikenal sebagai Ahlulu.
Mahasiswa dari Universitas Negeri Gorontalo dan Universitas Muhammadiyah Gorontalo turut ambil bagian, membantu menata tolangga, memimpin doa, dan mendokumentasikan momen.
Menurut Bobi Samsi, pengurus Karang Taruna Bukit Permai, bentuk menara Center Point dipilih sebagai simbol penggabungan antara tradisi leluhur dan identitas modern Bone Bolango.
“Kami ingin masyarakat, khususnya generasi muda, melihat bahwa tradisi ini bukan sekadar rutinitas, tetapi juga sarana menumbuhkan kebanggaan terhadap identitas daerah,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa walima bukan hanya perayaan, tetapi juga ruang silaturahmi dan kebersamaan.
“Kami ingin semangat kebersamaan ini tetap hidup, sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang kita teladani,” tambahnya.
Setelah doa bersama, tolangga diarak menuju masjid desa.
Warga menyambut dengan antusias, anak-anak berebut mendekat, dan saat isi tolangga dibagikan, senyum bahagia menghiasi wajah-wajah penerima.
Momen berbagi ini memperkuat solidaritas yang telah diwariskan turun-temurun.
Tradisi Maulid Nabi di Gorontalo diyakini telah berlangsung sejak abad ke-17, beriringan dengan masuknya Islam ke wilayah Hulondalo.
Sultan Amai, raja pertama Gorontalo yang memeluk Islam, memainkan peran penting dalam memperkenalkan tradisi walima sebagai media dakwah dan syiar Islam yang dibalut kearifan lokal.
Tolangga, keranda berhias kue tradisional, menjadi ciri khas walima Gorontalo.
Bentuknya beragam, dari masjid, perahu, hingga menara, mencerminkan kreativitas masyarakat dalam menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.