TRIBUNGORONTALO.COM – Di balik seragam polisi yang gagah, tersimpan kisah inspiratif dari Bripka Joko Hadi Aprianto.
Anggota Polsek Samarinda Ulu ini mengambil pekerjaan sambilan (nyambi) sebagai tukang gali kubur bagi warga kurang mampu.
Dedikasi tulusnya ini bahkan mengantarkannya menjadi salah satu kandidat Hoegeng Awards 2025.
Usulan nama Bripka Joko datang langsung dari masyarakat. Hendy Saputra, seorang warga Samarinda, mengenal sosok Bripka Joko saat dirinya memandu rombongan umrah tahun 2024.
"Pak Joko itu salah satu jemaah kami. Profesi utamanya memang polisi, tapi orang lebih mengenalnya sebagai penggali kubur dan relawan," ujar Hendy seperti dikutip TribunGorontalo.com dari Tribunnnews.com, Senin (18/8/2025).
Menurutnya, Bripka Joko adalah sosok yang ramah dan suka membantu, bahkan dengan sukarela memandu jemaah lain saat umrah meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai pemandu tur.
Awal mula menjadi tukang gali kubur
Jauh sebelum menjadi anggota Polri, Bripka Joko sudah akrab dengan pekerjaan menggali kubur. Ia memulai pekerjaan ini sejak masa SMP.
Ayahnya, seorang polisi berpangkat tamtama dengan tujuh orang anak, membuat kondisi ekonomi keluarga pas-pasan.
Untuk membantu, Bripka Joko muda mulai mencari penghasilan tambahan dan menerima upah Rp20.000 hingga Rp35.000 per pemakaman.
Pada tahun 2005, atas dorongan sang ayah, ia mendaftar sebagai polisi.
Setelah lulus dan kembali bertugas di Samarinda, pengabdiannya sebagai penggali kubur tetap berlanjut.
Selama lima tahun terakhir, Bripka Joko dipercaya menjadi ketua pemakaman di wilayah tempat tinggalnya.
Ia bertanggung jawab mengelola lahan, menggaji tim penggali kubur, dan mengurus pemakaman bagi warga yang membutuhkan.
Komitmen Bripka Joko dalam membantu masyarakat tak main-main.
Ia bahkan mewakafkan tanah warisan dari sang ayah untuk dijadikan pemakaman warga. Untuk keluarga yang kurang mampu, jasa penggalian kubur diberikan secara gratis.
"Kalau untuk warga tidak mampu, pasti saya gratiskan. Tapi saya tetap harus membayar orang-orang yang membantu saya menggali, bahkan jika harus menggunakan uang pribadi," jelasnya.
Untuk biaya operasional, ia hanya menerima sumbangan sukarela dari warga mampu, yang jumlahnya bervariasi dari Rp300.000 hingga Rp1 juta. Sementara itu, untuk warga yang kurang mampu, jasanya murni gratis.
Baca juga: Profil Ipda Irvan Riadi Wuata, Komandan Upacara HUT ke-80 RI di Kabupaten Bone Bolango Gorontalo
Tolak penghargaan
Besarnya pengabdian Bripka Joko terlihat dari keputusannya yang mengejutkan.
Bripka Joko ternyata pernah menolak berbagai penghargaan dan kesempatan sekolah perwira gratis dari Kapolri.
Alasannya, ia lebih memilih mendapatkan tanah wakaf untuk dijadikan lahan pemakaman baru bagi warga.
"Kalau saya mau berpikir untuk diri sendiri, saya bisa ambil kesempatan sekolah perwira gratis. Tapi ini soal kebutuhan warga. Kasihan mereka kalau lahan makin sempit," ujarnya.
Bagi Bripka Joko, menjadi polisi tidak hanya sebatas penegak hukum, tetapi juga pahlawan bagi masyarakat yang sedang berduka.
Dengan ketulusan dan pengorbanannya, ia membuktikan bahwa dedikasi seorang polisi bisa melampaui tugas utamanya, menjadi sosok yang tak hanya mengabdi pada negara, tetapi juga pada kemanusiaan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Bripka Joko Hadi: Polisi yang Kerja Sampingan sebagai Penggali Kubur Gratis