Skandal Anggota DPRD Gorontalo

Anggota DPRD Gorontalo Diperiksa BK Terkait Skandal Travel Umrah hingga Absen Rapat Paripurna

Penulis: Herjianto Tangahu
Editor: Fadri Kidjab
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DPRD PROVINSI GORONTALO -- Mustafa Yasin, Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Fraksi PKS, Senin (4/8/2025). Mustafa diperiksa Badan Kehormatan DPRD Provinsi Gorontalo.

TRIBUNGORONTALO.COM – Anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PKS, Mustafa Yasin, kembali menjadi sorotan publik. 

Selain absen dalam beberapa agenda penting dewan, ia juga harus menghadapi Badan Kehormatan (BK) DPRD terkait dugaan pelanggaran etik dan permasalahan pengelolaan travel ibadah umrah dan haji.

Rapat internal BK digelar pada 5 Agustus dan dihadiri lengkap oleh seluruh anggotanya, yaitu Hamzah Muslimin, Hamzah Idrus, Ikwan Ahmad, serta Fikram Salilama selaku ketua BK. 

Sebelum memulai klarifikasi, BK memastikan Mustafa dalam keadaan sehat dan proses klarifikasi pun dilanjutkan.

Berikut tiga isu panas yang sempat mencuat di lingkungan DPRD Provinsi Gorontalo.

1. Kasus Jemaah Umrah: Uang Rp98 Juta Tak Kembali Sejak Desember 2024

Klarifikasi pertama dimulai dari aduan sekelompok jemaah umrah asal Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara. 

Mereka mengaku menjadi korban travel milik Mustafa terkait penanganan kepulangan mereka dari Jakarta ke Gorontalo.

"Aduan mereka adalah yang melaksanakan ibadah umrah melalui travelnya yang bersangkutan. Dalam aduan bahwa mereka menuntut uang tiket mereka dari Jakarta ke Gorontalo," ungkap Fikram kepada TribunGorontalo.com, Kamis (7/8/2025).

Setiap jemaah disebut diminta menyerahkan tambahan dana Rp2,8 juta, dengan total mencapai Rp98 juta. Bahkan, ada jemaah yang pulang ke Manado dan Makassar dikenai biaya Rp3,2 juta atau lebih.

Mustafa sempat berjanji akan mengembalikan dana tersebut setibanya para jemaah di Gorontalo. Namun, sejak Desember 2024, janji itu belum terealisasi.

Menurut klarifikasi Mustafa, permasalahan ini bermula karena para jemaah ketinggalan pesawat.

"Bahwa mereka ini akan diberangkatkan, sudah siap tiket, tapi pesawat sudah tidak ada," kata Fikram menjelaskan.

Namun, para jemaah merasa tidak bersalah karena seluruh aktivitas selalu dipandu oleh pihak travel dan mereka menegaskan bahwa kesalahan bukan pada mereka. Akhirnya, disepakati untuk membeli tiket baru.

"Travel sudah membayar tiket baru kurang lebih Rp350 juta atau Rp10 juta per orang," lanjut Fikram.

Halaman
123