Berita Nasional Terkini

Rocky Gerung 'Hajar' Dedi Mulyadi dengan Teori, Balasannya Sindiran Menohok

Editor: Wawan Akuba
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SALING SINDIR -- Rocky Gerung mengkritik apa yang dibaut Dedi Mulyadi di kota, terutama diabaikan atau

TRIBUNGORONTALO.COM -- Pengamat politik, Rocky Gerung, melancarkan serangkaian kritik terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Demi menguatkan kritikannya, Rocky Gerung bahkan mengandalkan berbagai landasan teoritis. 

Ia menyoroti gaya kepemimpinan sang gubernur yang, menurutnya, lebih menitikberatkan pada penampilan visual daripada substansi visi.

Dalam analisisnya, Rocky Gerung bahkan menarik paralel antara Dedi Mulyadi dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Kritik ini didasarkan pada pengutipan teori Guy Debord, yang tertuang dalam bukunya berjudul "The Society of the Spectacle" yang terbit pada tahun 1967.

Teori tersebut, menurut Rocky Gerung, menjelaskan fenomena masyarakat kontemporer yang cenderung lebih memilih mengonsumsi penampilan dangkal daripada gagasan yang mendalam.

Ia menyebut fenomena ini sebagai manifestasi dari "masyarakat yang doyan nonton kedangkalan".

"Jadi, kita sedang menyaksikan seseorang yang menjual komoditas berupa penampilan, visualisasi semata, bukan visi," ungkap Rocky Gerung dalam analisisnya.

Ia kemudian melanjutkan dengan menyatakan soal kesamaan antara eks Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Dedi Mulyady. 

"Jokowi dan Dedi Mulyadi sama-sama meraih popularitas melalui intensitas kemunculan mereka di media, bukan karena kedalaman visi mereka," katanya. 

Rocky Gerung bahkan menyoroti program Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer, sebagai contoh kebijakan yang dangkal.

Menurutnya, pendekatan tersebut hanya berfokus pada pendisiplinan fisik, bukan pada pembentukan pola pikir.

Dalam konteks ini, Rocky Gerung mengutip teori "disciplinary society" yang digagas oleh Michel Foucault.

Menurutnya, fungsi barak militer adalah untuk mendisiplinkan tubuh, bukan untuk membentuk pemikiran.

Tidak berhenti di situ, Rocky Gerung juga menyinggung tingkat kecerdasan intelektual (IQ) masyarakat Indonesia yang, menurutnya, stagnan di angka 78 selama satu dekade terakhir.

Ia berpendapat bahwa kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan larisnya "kedangkalan" dalam politik.

"Hanya dalam masyarakat dengan tingkat IQ 78, kedangkalan semacam itu laku. Dan kita masih berada dalam kondisi tersebut. Saya telah memeriksa data dari WHO dan Bank Dunia, dan datanya masih menunjukkan angka 78," jelasnya.

Bagaimana respons Dedi Mulyadi terhadap kritik-kritik tersebut?

Menghadapi serangan bertubi-tubi dari Rocky Gerung, Dedi Mulyadi memberikan jawaban yang bernada elegan.

Ia memilih untuk tidak terlalu mempedulikan kritik-kritik keras yang terus ditujukan kepadanya, termasuk dari Rocky Gerung.

Ia lebih memilih untuk fokus pada pelaksanaan kebijakan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Setelah menerima berbagai komentar negatif, Dedi Mulyadi memberikan jawaban yang santai, bahkan menyertakan sindiran balik yang tajam kepada Rocky Gerung.

Ia menyinggung tentang pemikiran yang dianggap dangkal, namun mampu memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat luas.

Menurutnya, hal itu lebih baik daripada memiliki pemikiran yang dianggap hebat, namun justru menjatuhkan orang lain.

"Saya lebih memilih menjadi orang yang memiliki pemikiran dangkal, namun mampu menumbuhkan hamparan tanaman," tulis Dedi Mulyadi di akun Instagramnya, @dedimulyadi71.

"Daripada menjadi orang yang mengakui bahwa pemikirannya mendalam, namun justru membuat banyak orang tenggelam," lanjutnya.

Dedi Mulyadi juga memberikan tanggapan terkait julukan "Gubernur Lambe Turah", yang dilontarkan oleh anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Andi Muawiyah Ramly.

Ia mengaku tidak terlalu memusingkan julukan tersebut.

"Keun bae Aing mah disebut 'Gubernur Lambe Turah' ge, da rata-rata jelma sok hayang asup ka 'Lambe Turah'," ujarnya, Rabu, seperti yang dikutip dari TribunJabar.id.

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa julukan apa pun yang ditujukan kepadanya tidaklah penting.

Menurutnya, yang lebih penting adalah realisasi janji politik dan program kerjanya sebagai gubernur, serta terwujudnya cita-cita untuk menyejahterakan masyarakat.

"Edek dibere gelar gubernur naon wae ge teu penting, nu penting mah naon nu di janjikeun ka rakyat di wujudkeun," imbuhnya. (*)