X Dirut Sritex Ditangkap

BREAKING NEWS: Iwan Setiawan Lukminto Komut PT Sritex Ditangkap Kejagung

Editor: Fadri Kidjab
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DITANGKAP KEJAGUNG - Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto saat ditemui, Selasa (23/1/2024). Iwan Setiawan Lukminto ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI diduga terkait kasus pemberian kredit bank.

TRIBUNGORONTALO.COM – Iwan Setiawan Lukminto Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex) ditangkap Kejaksaan Agung.

Melansir dari Kompas.com, Rabu (21/5/2025), Jampidsus Kejagung Febri Adriansyah membenarkan penangkapan tersebut.

"Betul (ditangkap),” kata Febri saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.

“Malam tadi ditangkap di Solo,” lanjut Febri.

Saat ini, Kejagung belum menjelaskan apa alasan Iwan ditangkap.

Namun, sejak beberapa waktu yang lalu, Kejagung telah memulai penyelidikan terkait dugaan korupsi di perusahaan Sritex. 

Penyidik juga telah memeriksa beberapa perwakilan dari sejumlah bank daerah untuk mendalami pemberian kredit kepada Sritex. 

“Bank pemberi kredit ini kan bank pemerintah. Yang menurut undang-undang keuangan negara, itu (dana dari bank daerah) bagian dari keuangan negara atau keuangan daerah,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Senin (5/5/2025) lalu. 

Pemberian kredit ini perlu dikaji mengingat Sritex dalam beberapa waktu terakhir diketahui publik mengalami kesulitan dalam hal pendanaan. 

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Hal itu tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dipimpin Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10/2024). 

Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. 

Para termohon tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022. 

Baca juga: Fix! Bupati Sofyan Puhi Sudah Pilih Sekda Kabupaten Gorontalo

Dengan demikian, putusan tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi). 

Setelah dinyatakan pailit, manajemen PT Sritex menyatakan telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan putusan pembatalan homologasi yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang. 

Usai PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024, perusahaan ini resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025.

Pemenuhan Pesangon dan THR 8.475 Karyawan Belum Dibayar Kurator

Masalah PT Sritex setelah tutup ternyata tidak berhenti. Setelah Iwan ditangkap Kejagung, pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi 8.475 eks karyawan PT Sritex ternyata juga belum dibayar hingga saat ini.

Hal ini diketahui dari pernyataan kuasa hukum eks karyawan PT Sritex, Machasin Rohman setelah menggelar pertemuan dengan pihak kurator di Solo, Jawa Tengah, Senin (19/5/2025).

"Kami sudah menyerahkan tuntutan kepada kurator, agar hak-hak para pekerja yang terdampak PHK segera dipenuhi," ujar Machasin, dikutip dari Tribun Solo, Rabu.

Machasin mengungkapkan ada empat tuntutan utama yang disampaikan kepada kurator yaitu pembayaran uang pesangon sebesar Rp 311 miliar, pembayaran THR tahun 2025 sebesar Rp 24 miliar.

Lalu, pengembalian potongan gaji Februari 2025 berupa simpanan wajib koperasi dan angsuran pinjaman senilai Rp 994 juta.

Terakhir, pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan dana pensiun BPJS Kesehatan, yang dipotong dari gaji namun belum disetorkan sebesar Rp 779 juta.

Diketahui, dari tuntutan tersebut, total keseluruhan tuntutan mencapai lebih dari Rp 338 miliar. Diberitakan sebelumnya, sebanyak 8.475 eks karyawan akhirnya mengambil langkah hukum. 

Mereka secara resmi menunjuk kuasa hukum untuk memperjuangkan hak-hak normatif yang hingga kini belum diberikan oleh pihak perusahaan.

Langkah hukum ini diambil karena belum adanya kejelasan mengenai pembayaran pesangon, THR, dan pemotongan upah yang semestinya diterima oleh para pekerja sesuai ketentuan perundang-undangan.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan TribunSolo.com