TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II Gorontalo akhirnya merespons aksi warga yang nekat menjebol tanggul di Kelurahan Dembe I, Kota Gorontalo.
Meski secara aturan hal ini tidak diperbolehkan, pihak BWS mengakui bahwa kondisi di lapangan adalah situasi darurat.
"Kami melihat langsung kondisi di sana. Memang dalam keadaan darurat, jadi kami bolehkan warga menjebol tanggul sementara waktu," ujar Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Operasi dan Pemeliharaan (OP) Sumber Daya Air (SDA) II Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II Gorontalo, Roland Kasim, saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Rabu (5/3/2025).
Baca juga: 9 Golongan Tak Wajib Puasa di Bulan Ramadan, Siapa Saja Itu?
Roland menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah cepat untuk mencegah dampak yang lebih besar akibat tanggul yang jebol.
Salah satunya adalah dengan menyalurkan pipa berdiameter 300 mm ke lokasi untuk membantu mengalirkan air dari permukiman warga ke Danau Limboto.
"Pipa ini sudah kami serahkan ke masyarakat. Nantinya, mereka sendiri yang akan memasangnya untuk memastikan air bisa mengalir dengan lancar ke danau," tambahnya.
Tak hanya menangani tanggul yang jebol, BWS Sulawesi II juga menyiapkan alat berat untuk membersihkan eceng gondok yang menyumbat aliran air di kawasan Dembe dan Lekobalo.
Baca juga: Adhan Dambea Seriusi Masalah Sampah di Kota Gorontalo, Bagi Pembuang Sampah Sembarangan Hati-hati
"Kami sudah siapkan ekskavator amfibi. Jika tidak ada kendala, minggu depan atau dua minggu ke depan alat ini sudah bisa mulai bekerja," ungkap Roland.
Ia mengakui bahwa keterlambatan pengerjaan ini disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran. Awalnya, pembersihan eceng gondok dijadwalkan pada Januari, tetapi baru bisa direalisasikan setelah blokir anggaran dibuka.
Sementara itu, Kasi Perencanaan Infrastruktur Sumber Daya Air BWS Sulawesi II Gorontalo, Haris Djafar, mengingatkan bahwa menjebol tanggul bukan solusi permanen.
"Yang kami khawatirkan adalah jika air danau lebih tinggi, alih-alih mengalir ke danau, justru bisa kembali masuk ke permukiman warga," katanya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Warga Kelurahan Tenda Blokir Jalan Menuju Pelelangan Gorontalo
Haris menegaskan bahwa pihaknya telah merancang solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan banjir di Dembe dan Lekobalo.
Salah satunya adalah normalisasi saluran air dan revitalisasi kawasan sekitar Danau Limboto.
Namun, sebelum proyek ini dimulai, pihak BWS telah meminta masyarakat menyerahkan surat pernyataan terkait keberadaan karamba (keramba ikan) di sungai.
Langkah ini bertujuan untuk menghindari tuntutan ganti rugi saat proses normalisasi dilakukan.
"Kami tidak ingin nanti ada konflik. Makanya, kami meminta warga yang memiliki karamba untuk membuat surat pernyataan bahwa mereka tidak akan menuntut ganti rugi jika area tersebut terkena dampak normalisasi," tutupnya.
Baca juga: Ribuan Warga Serbu Pasar Murah di Limboto, Dihadiri Langsung Anggota DPD RI Fadel Muhammad
Sebelumnya, warga Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo mengambil langkah ekstrem akibat selama tujuh tahun rumah mereka tergenang banjir.
Dengan peralatan seadanya, mereka nekat menjebol tanggul di sekitar Danau Limboto pada Rabu (5/3/2025).
Pantauan TribunGorontalo.com, puluhan warga berbondong-bondong membuat saluran sejak pagi hingga sore tadi.
Mereka menggunakan cangkul, sekop, bahkan tangan kosong demi membuka jalan air yang selama ini menggenangi rumah mereka.
Hujan yang tak henti mengguyur Gorontalo mengubah permukiman Dembe ini seperti desa terapung.
Baca juga: Dalam Waktu Dekat, Sekdispora Gorontalo Utara Bakal Disidang Kasus Korupsi
Air hujan menggenangi rumah-rumah. Lantai rumah pun mulai retak, tiang kayu jadi lapuk, dan perabotan rusak.
"Kami sudah tidak tahan. Setiap malam kami tidur dalam ketakutan. Kalau hujan turun sebentar saja, air langsung naik lagi," ungkap Siswati Ibrahim, warga Dembe saat ditemui TribunGorontalo.com, Rabu (5/3/2025).
Siswati lantas menunjukkan tiga rumah yang benar-benar tenggelam sejak Juli 2024.
Lebih parahnya lagi, puluhan rumah lainnya telah terendam sejak 2019.
"Banjir ini bukan lagi dari Danau Limboto, tapi air limbah rumah tangga yang tertahan di sini. Baunya busuk, tak ada sirkulasi air, penuh dengan lintah dan kaki seribu. Kami hidup di antara sarang penyakit," jelasnya.
Baca juga: Terbukti Korupsi! Faisal Lahay Kontraktor Jl Nani Wartabone Kota Gorontalo Divonis 2 Tahun Penjara
Lebih lanjut, Siswati menjelaskan warga Dembe terpaksa bertahan di rumah-rumah panggung darurat yang dibangun di atas bangunan lama yang tenggelam.
"Kami seperti burung. Kadang tidak bisa turun karena di bawah sudah penuh hewan-hewan menjijikkan," ujar Siswati.
Di antara warga yang masih bertahan, ada 63 kepala keluarga yang menghuni sekitar 38 rumah.
Tiga rumah di antaranya sudah terendam total selama tujuh bulan. Bahkan ada balita yang hidup dalam kondisi tempat tinggal memprihatinkan itu.
Siswati mengatakan, warga sekitar memasak menggunakan balai bambu atau tempat lebih tinggi yang masih tersisa.
Baca juga: Hingga Awal Maret 2025, Pemda Pohuwato Belum Ajukan Usul Penetapan NI PPPK ke BKN Gorontalo
"Barang-barang hancur, baju habis dimakan tikus.
Sementara penyakit gatal-gatal menyerang anak-anak akibat air yang kotor," terangnya.
Sementara itu Siswati yang mewakili suara warga sekitar mengaku pemerintah sudah datang melakukan survei. Juga meminta data warga hingga mengumpulkan KTP dan KK. Namun, realisasi bantuan belum pernah mereka rasakan.
"Ada sembako tapi itu bukan solusi. Yang kami butuh kan adalah tindakan nyata supaya air ini cepat surut," tegas Siswati.
Karena itulah, warga berinisiatif bergotong royong membuat gorong-gorong darurat secara manual.
Mereka berharap air bisa keluar lebih cepat dan permukiman mereka bisa kembali normal. (*)