Putusan MK

Resmi! MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin, Ini Alasannya

Editor: Fadri Kidjab
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang putusan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 atas pemohon I Anies-Muhaimin di Mahkamah Konstitusi RI (MK), Senin (22/4/2024).

TRIBUNGORONTALO.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak permohonan pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin.

Menurut Ketua MK Suhartoyo, permohonan Anies-Muhaimin tidak beralasan secara hukum.

"Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di ruangan sidang MK, Senin (22/4/2024).

Setidaknya tiga hakim konstitusi berbeda pendapat mengenai hasil putusan MK hari ini. Mereka adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.

"Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga orang hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbainingsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat," katanya.

Saldi Isra, dalam pertimbangannya menyebutkan, bahwa terdapat beberapa kekosongan hukum dalam menentukan putusan sesuai dengan dalil yang diajukan oleh pemohon.

Ia lantas mencontohkan soal tidak adanya aturan hukum yang jelas mengenai bagaimana seharusnya seorang presiden bertindak dalam memberikan dukungan dalam kontestasi Pilpres.

Lantaran menurutnya, terdapat kemungkinan adanya kamuflase yang dilakukan presiden, antara kepentingan negara dengan kepentingan pribadi.

Namun, mengenai hal tersebut, Saldi mengatakan bahwa tidak ada aturan yang baku untuk memberikan penilaian.

Saldi menambahkan, dirinya juga tidak bisa menutup mata tentang adanya pembagian bansos yang intens digelar menjelang Pemilu dan adanya keterlibatan menteri aktif dalam proses kampanye.

Saldi Isra: Seharusnya MK Lakukan Pemungutan Suara Ulang
Setelah membacakan pertimbangan yang ada, Saldi mengatakan ada dua persoalan yang menjadi perhatiannya.

Yakni persoalan mengenai penyaluran dana bansos yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden.

Kedua, persoalan mengenai keterlibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara di sejumlah daerah.

Ia menegaskan, bahwa dalil mengenai politisasi bansos hingga mobilisasi aparatur negara atau penyelenggara negara itu adalah beralasan menurut hukum.

Baca juga: Meski Guru Besar di Gorontalo, Nelson Pomalingo Ternyata Bercita-cita Jadi Dokter

Sehingga, menurutnya, MK seharusnya melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil.

Halaman
12