TRIBUNGORONTALO.COM, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa digoyang dengan isu 'amplop kiai'.
Suharso Monoarfa telah meminta maaf dan menyatakan pernyataan 'amplop kiai' jangan out of context, meski contoh yang dia sampaikan tidak pas.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi menyoroti Suharso Monoarfa tentang 'amplop kiai'.
Gus Fahrur, sapaannya, menilai pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang menyebut 'amplop kiai' sebagai bentuk money politic sangat tidak layak.
Baca juga: Suharso Monoarfa Beberkan Cawapres Nonpartai dari KIB: Sri Mulyani-Erick-Andika?
Hal itu juga, menurutnya, telah membuat kepercayaan pesantren ke PPP semakin berkurang.
Ia juga menjelaskan, tak ada money politic di Pesantren dan Suharso jelas keliru memahami hal itu.
“Karena PPP ketum-nya itu, tidak paham tentang bagaimana caranya menghormati dan menghargai pesantren, apalagi itu diomongkan di depan KPK," katanya kepada KOMPAS.TV, Sabtu (27/8/2022).
Sebagai informasi, kejadian itu terjadi saat Suharso Monarfa berpidato di acara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 Agustus 2022.
Gus Fahrur lantas menilai bawa ilustrasi tersebut tidak pantas dan tidak layak disampaikan oleh seorang Suharso.
Apalagi Suharso merupakan ketua umum partai berlambang Ka'bah dengan konstituen umat Islam.
Terlebih hal ini berkaitan dengan warga pesantren.
Baca juga: Dugaan Suharso Monoarfa Terima Gratifikasi Private Jet, Ini Kata Kader PPP Gorontalo AW Thalib
“Ilustrasi tersebut sangat tidak layak untuk seorang ketum partai politik khususnya yang berbasis Islam, itu berarti dia tidak memahami tradisi yang berkembang di masyarakat, bagaimana kita, masyarakat dan kiai itu ada simbiosis saling menghargai, saling memuliakan, itu tidak ada maksud sama sekali untuk sogok,” katanya menegaskan.
"Saya kira PPP harus introspeksi dan mereka harus minta maaf,” ujar Gus Fahrur.
Tak Ada Money Politic di Pesantren
Gus Fahrur mengatakan tak ada money politic di pesantren.
Ia menjelaskan, menyamakan memberi sesuatu kepada kiai dengan politik uang tidaklah bisa dibenarkan seperti pernyatan Suharso.
Sebab, menurut Gus Fahrur, kiai itu melayani dan menjadi rujukan masyarakat, maka tentu saja masyarakat sangat menghormati mereka.
Gus Fahrur menjelaskan, para kiai yang telah menghabiskan waktunya untuk melayani dan memberikan sesuatu kepada kiai itu, biasanya hanyalah sekadar penghargaan.
“Memberikan sesuatu menjadi tradisi, menghormati guru seperti kita bertamu bawa oleh-oleh. Tidak bisa disebut money politic, karena mereka (para kiai) kan bukan penentu kebijakan," jelasnya.
Dia menegaskan justru para politisi yang datang itulah yang mestinya mengerti dan memahami apa yang harus dilakukan saat menjadi tamu.
Baca juga: Masuk Bursa Cawapres dari KIB, Kini Suharso Monoarfa Dibidik KPK terkait Private Jet
Sebelumnya seperti diberitakan di KOMPAS.TV, Suharso Monoarfa sudah minta maaf imbas pernyataan tentang 'amplop kiai' di KPK.
Ia bahkan minta maaf dan menjelaskan, pidato 'amplop kiai' itu tidak pas.
"Mungkin cara memberi contohnya enggak pas. Tetapi meski saya memberikan contoh tidak pas, tolong itu dilihat dalam konteksnya, jangan out of context sehingga jadi beda," kata dia.
Imbasnya, Suharso pun mendapatkan banyak kritikan, termasuk adanya desakan mundur dari sejumlah elit PPP yang memintanya mundur dari kursi ketum imbas pidato tersebut.
(*)