Warga Gorontalo Disekap

P4MI Optimis Agus Hilimi Masih Bisa Diselamatkan dari Kamboja Asalkan Ditebus Rp 36 Juta

Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Gorontalo memastikan peluang Agus Hilimi bisa kembali ke tanah air.

Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com
POTRET -- Agus Hilimi saat bekerja di perusahaan penerbangan sebelum akhirnya (foto kanan) terjebak di Kamboja. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Gorontalo memastikan peluang Agus Hilimi bisa kembali ke tanah air.

Pria 28 tahun  yang kini terjebak di Kamboja itu kini meminta dipulangkan lantaran kerjaan yang ia idamkan tak sesuai ekspektasi.

Alih-alih mendapat upah Rp 9 juta per bulan seperti yang dijanjikan perekrutnya, Agus Hilimi di Kamboja malah tak dibayar hingga dipekerjakan sebagai scamer. 

Scammer adalah pelaku penipuan, sering disebut juga penipu siber, yang menjalankan aksinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik itu uang, informasi pribadi, atau akses ke akun digital korban. 

Mereka biasanya beroperasi melalui media digital seperti telepon, email, media sosial, atau situs palsu, dan menggunakan berbagai taktik manipulatif untuk mengelabui korban agar memberikan data atau uang secara ilegal. 

"Saya tidak bisa komputer, jadi tidak tahu harus bagaimana. Saya tidak mau kerja menipu orang," kata Agus dengan suara lirih saat berhasil tersambung melalui video call (VC) ke keluarganya. 

Koordinator P4MI Gorontalo, Sutrisno, menyebut bahwa komunikasi Agus dengan keluarga menjadi tanda positif bahwa kondisinya masih aman. 

"Kita anggap kalau mereka (Agus) masih bisa dihubungi, berarti masih aman," ungkap Sutrisno, Rabu (27/8/2025).

Ia menegaskan bahwa instruksi penanganan sudah datang dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). 

Pihaknya juga bergerak cepat dengan melakukan koordinasi lintas lembaga, mulai dari pemerintah kabupaten Gorontalo, hingga ke pusat dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Menurut Sutrisno, perusahaan ilegal yang mempekerjakan korban meminta tebusan sekitar Rp36 juta. 

"Mereka minta tebusan kurang lebih Rp 36 juta karena dia tidak mampu kerja sebagai scammer," katanya. 

Korban dianggap tidak mampu bekerja sesuai target. Meski begitu, ia optimistis ada peluang pemulangan korban. 

"Insya Allah bisa dipulangkan, besar kemungkinan selama tuntutan perusahaan itu bisa dipenuhi," tukasnya.

Agus Hilimi sendiri adalah seorang pria asal Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Agus Hilimi, disekap di Kamboja.

Melalui panggilan video pada Selasa (26/8/2025), Agus menceritakan kronologi dirinya terjerat sindikat tersebut.

Pada 7 Agustus 2025, ia berangkat dari Gorontalo setelah dibujuk oleh seorang temannya, Eby, yang menawarkan pekerjaan di Thailand dengan gaji fantastis, yaitu Rp9 juta per bulan.

"Saat itu kami ditawarkan gaji yang cukup besar," ungkapnya melalui panggilan video yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Agus sempat ditemani oleh seorang rekannya, Handi.

Namun karena curiga, Handi memilih kembali saat berada di Jakarta karena merasa curiga.

Dengan tekad yang kuat, Agus tetap melanjutkan perjalanan sendirian.

Ternyata, perjalanan tersebut tidak resmi. Agus dipaksa berbohong saat mengurus paspor, yaitu dengan membuat paspor wisata ke Malaysia, bukan paspor kerja.

Tanpa menaruh curiga, Agus melanjutkan perjalanan hingga akhirnya terjerumus ke dalam jaringan sindikat.

"Awalnya saya hanya ingin mencari rezeki yang halal, supaya bisa bantu keluarga. Tapi ternyata saya ditipu, saya dibawa ke Kamboja, bukan Thailand," terangnya.

Setibanya di Kamboja, Agus langsung dipaksa bekerja untuk menipu orang lain melalui jaringan online. Ia ditargetkan untuk merekrut korban sebagai "member".

Jika gagal, ia akan didenda 100 dolar Amerika, atau setara dengan Rp1,6 juta.

"Saya tidak bisa komputer, jadi tidak tahu harus bagaimana. Saya tidak mau kerja menipu orang," kata Agus dengan suara lirih.

Agus mengaku ingin segera pulang ke Gorontalo karena diancam akan dijual ke perusahaan lain. Gaji yang dijanjikan sebesar Rp9 juta juga fiktif.

Perusahaan ilegal yang menahannya beralasan bahwa biaya tiket dan perjalanan sudah dipotong dari upahnya.

"Saya sudah tidak tahan. Saya mohon pemerintah Indonesia bisa memulangkan saya. Saya ingin kembali ke orang tua, saya ingin pulang ke Gorontalo," pinta Agus penuh harap.

Sementara itu, keluarga Agus di Gorontalo hanya bisa menangis. Sang ibu, Hadija B Tuli, mengaku sudah khawatir sejak awal kepergian putranya.

"Pas dia mau pergi kami sudah tanya, 'yakin sudah dengan keputusan ini?' Dia bilang iya. Kami hanya bisa pasrah. Tapi ternyata dia hanya dijebak dan disekap di sana," tutur Hadija sambil meneteskan air mata.

Pihak keluarga telah melaporkan kasus ini ke Polda Gorontalo dan berharap pemerintah daerah maupun pusat segera mengambil langkah.

"Kami mohon kepada Bupati Gorontalo, Gubernur Gorontalo, tolong anak kami dipulangkan. Kami takut terjadi hal buruk pada dia di sana," pinta Hadija.

Kasus yang menimpa Agus diduga kuat merupakan bagian dari praktik perdagangan manusia yang marak menjerat anak-anak muda di Indonesia.

Dengan iming-iming gaji tinggi, korban dijebak, diselundupkan, lalu dipaksa bekerja secara ilegal di luar negeri. (*/Jian)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved