Berita Viral
20 Tahun Rumahnya Digusur Demi Dijadikan Jalan, Sang Empunya Malah Ditagih Bayar Pajak
Kisah Henny Yulianti, rumahnya rela digusur untuk pembuatan jalan. Namun, setelah 20 tahun kemudian Henny malah ditagih bayar pajak
TRIBUNGORONTALO.COM -- Kisah Henny Yulianti, rumahnya rela digusur untuk pembuatan jalan.
Namun, setelah 20 tahun kemudian Henny malah ditagih bayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Henny merupakan warga Batujaya, Karawang, Jawa Barat.
Dilansir dari TribunJatim.com, Sudah 20 tahun berlalu sejak rumah dan tanah milik Henny digusur untuk pembangunan jalan menuju jembatan Batujaya.
Baca juga: Pria di Bantul Ini Bunuh Pacarnya, Karena Masih Sayang, Dia Tidur Bersama Kerangkanya Selama 2 Pekan
Namun hingga kini, ia masih menerima tagihan dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang sudah tidak lagi ia tempati.
Henny mengaku rumah dan tanahnya di Dusun Krajan, Desa Batujaya, digusur pada 2005.
Ia dipaksa melepas tanah seluas 426 meter persegi untuk pembangunan jalan penghubung Karawang–Bekasi, meski menolak nilai ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.
"Saya juga masih bayar PBB, terakhir 2024 lalu juga saya dapat SPPT dan saya bayar aja," ujar Henny, Sabtu (22/3/2025).
BPKAD Karawang menjelaskan alasan mengapa hal ini bisa terjadi.
Baca juga: Kali Mati di Leato dan Talumolo Gorontalo Akhirnya Dikeruk, Kekhawatiran Warga Sedikit Berkurang
Kepala Bidang Aset BPKAD Karawang, Katmi, mengonfirmasi bahwa pada tahun 2006, telah dilakukan pembebasan lahan seluas 4.791 meter persegi untuk pembangunan akses jalan di daerah Batujaya.
Tanah tersebut dibeli untuk akses menuju jembatan penghubung antara Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.
"Salah satu nama yang dibeli berdasarkan keterangan camat adalah Henny," ungkap Katmi saat dihubungi pada Minggu (23/3/2025), melansir dari Kompas.com.
Terkait dengan penagihan pajak yang masih diterima Henny Yulianti, Katmi menjelaskan bahwa pemilik lahan tidak segera mengurus pemecahan sertifikat setelah tanahnya dibebaskan.
"Apabila terdapat tanah yang tidak seluruhnya dibeli oleh pemda, seharusnya bukti kepemilikan dilakukan splitsing atau pemecahan di BPN, dan pemilik tanah mengurus perbaikan SPPT di Bapenda," kata Katmi.
Katmi juga menanggapi klaim bahwa pembebasan lahan warga belum dibayarkan.
Baca juga: Pantas Kades Ngamuk! Aparat Desa Ilangata Gorontalo Utara Tiga Bulan Belum Gajian
Ia meminta agar pembuktian dilakukan secara otentik.
"Harus dibuktikan, jangan lisan. Kalau menurut keterangan camat waktu itu sudah dibayar. Kami tidak bisa konfirmasi ke PPTK/pejabat yang mengadakan tanah waktu itu karena sudah pada meninggal dunia," tambahnya.
Sebelumnya, Henny mengungkap bahwa saat digusur pada 2005 lalu, Henny menyebut tanah miliknya hanya dihargai Rp 80 ribu per meter.
Jumlah itu auh dari permintaan awalnya sebesar Rp 230 ribu per meter. Bahkan, pembayaran dilakukan secara dicicil.
"Udah gitu pembayaran juga dibayar secara dicicil oleh pemerintah. Ya kena gusur saya malah jadi belangsak," ujarnya.
Henny juga mengaku pernah dipaksa menandatangani kuitansi kosong sebanyak tiga kali, tanpa mengetahui bahwa itu berarti ia telah menyetujui pembayaran.
Baca juga: Polisi Amankan Enam Debt Collector yang Diduga Pelaku Pengeroyokan Nasabah di Gorontalo
"Saya kan enggak tahu, awam ya. Ya gimana ya waktu itu tandatangan di blangko yang kosong. Ya saya terima saja, kalau enggak diterima rumah saya mau digusur juga, mau diratakan pakai beko," katanya.
"Setiap malam saya menangis. Banyak yang bilang kena gusuran kok belangsak. Saya menahan sakit selama 20 tahun ini," ungkapnya.
Kini Henny bekerja sebagai pengasuh anak di Bekasi, sementara anak-anaknya tinggal di rumah lain yang ia bangun perlahan setelah dibantu saudara.
Ia berharap Bupati Karawang dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dapat memperhatikan kasus ini. Ia meminta keadilan dan pembayaran sisa ganti rugi yang layak.
Perkara ini sempat masuk ke ranah pengadilan, namun hanya sebatas pidana terhadap pejabat terkait, bukan perkara perdata mengenai hak ganti rugi.
Baca juga: Pasar Senggol Gorontalo Mulai Ramai Pengunjung, Pedagang Bersyukur
"Dulu saya jadi saksi di pengadilan, tapi waktu perkara pidana yang sama pejabatnya itu terjerat hukum. Ya saya orang awam enggak ngerti, katanya kenapa enggak coba masukin perkara perdata gitu," kata Henny.
Berita Lain
Ratusan Warga Desa Sanenrejo Kecamatan Tempurejo Jember, Jawa Timur melakukan aksi demontrasi di kantor kepala desa, Selasa (11/2/2025).
Pengunjuk rasa ini menuding Kepala Desa (Kades) Sanenrejo Sutikno menggelapkan Pajak Bumi dan Bangunan dan Akte Jual Beli (AJB) tanah yang telah dibayar oleh warga.
Hal itu karena banyak warga menerima surat pemberitahuan pembayaran pajak masih berbunyi terhutang.
Padahal mereka rutin bayar pajak setiap tahun.
Baca juga: BRI Gorontalo Berbagi Bahan Pokok ke Warga Korban Banjir dan Longsor di Leato Utara
Sunarsih, peserta demo mengatakan unjuk rasa ini sudah dilakukan warga untuk ke tiga kalinya soal masalah ini.
Namun hasil dari mediasi itu, tidak ada tindak lanjut.
"Kemarin ada 50 orang, mediasi sama pak kades. Tapi hal tersebut tidak ada hasilnya, kades selalu bilang apa kata saya," ujarnya.
Menurutnya, ada banyak warga yang surat tagihan pajaknya klausulnya masih terhutang, mulai dari tiga hingga lima tahun.
"Padahal setiap tahun ada perangkat desa yang narik pajak. Tetapi surat tagihannya selalu terhutang," katanya sambil menunjukan surat Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
Selain itu, kata dia, ketika melakukan perubahan kepemilikan tanah, warga juga tidak memperoleh SPPT-nya padahal mereka sudah bayar denda.
"Tentunya sangat merugikan rakyat, karena warga sudah bayar dendanya untuk satu petok tanah bisa mencapai Rp 600 ribu," imbuh Sunarsih.
Baca juga: Terkini! Gempa Bumi Guncang Pangandaran: Getaran Terasa di Garut, Tasikmalaya, dan Bandung
Menanggapi hal tersebut, Kades Sanenrejo Sutikno mengaku akan menyelesaikan masalah pajak bumi dan terhutang secara bertahap, sesuai keinginan pengunjuk rasa.
"Masalah Pajak ini akan diselesaikan secara bertahap," tanggapnya saat menemui pendemo.
Pantauan di lapangan, warga menolak ajakan mediasi Kades di dalam ruang Pemerintah Desa (Pemdes) Sanenrejo Kecamatan Tempurejo Jember.
Mereka bersedia untuk mediasi, bila hal tersebut dilakukan di depan gerbang kantor Pemdes Sanenrejo Kecamatan Tempurejo Jember, agar lebih terbuka.
Hingga berita ini diturunkan, warga masih melakukan unjuk rasa dan melontarkan cacian petinggi desa di kawasan Jember Selatan ini. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.