Human Interest Story

Dedi Kurniadi 7 Tahun Jualan Pentol di Gorontalo Utara Demi Kuliahkan sang Anak

Dengan harga seribu rupiah per biji, Dedi bekerja keras dari pagi hingga malam, melintasi jalanan desa hingga ke kawasan kecamatan.

Penulis: Efriet Mukmin | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Efriet Mukmin, TribunGorontalo.com
Dedi Kurniadi (57) merupakan penjual pentolan keliling di Kabupaten Gorontalo Utara. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Dedi Kurniadi (57), seorang penjual pentolan keliling di Kabupaten Gorontalo Utara, telah mengabdikan tujuh tahun hidupnya untuk berjualan demi membiayai pendidikan anak bungsunya.

Dengan harga seribu rupiah per biji, Dedi bekerja keras dari pagi hingga malam, melintasi jalanan desa hingga ke kawasan kecamatan.

Dedi bukan pemilik usaha pentolan yang ia jual. Ia hanya bertugas menjual dagangan tersebut dengan sistem bagi hasil 30 persen dari pendapatan harian.

Dalam sehari, pendapatan kotor yang ia hasilkan rata-rata mencapai Rp300 ribu, yang berarti ia menerima sekitar Rp90 ribu.

Setelah dipotong biaya makan dan bahan bakar, penghasilan bersihnya tersisa sekitar Rp60 ribu per hari.

Ketika ada acara seperti kampanye, konser, atau gerak jalan, Dedi dapat menjual hingga 500 biji pentolan dalam sehari.

Pada momen-momen tersebut, penghasilannya bisa mencapai Rp150 ribu. Namun, itu tidak terjadi setiap hari.

Dedi memulai aktivitasnya sejak pukul 07.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita, sering kali mangkal di depan Apotek Surizka Farma, Desa Tolongio, Kecamatan Anggrek.

Ia sebenarnya ingin memperluas jangkauan jualannya, tetapi kondisi motor yang digunakan tidak memungkinkan.

Motor itu milik bosnya, sudah tua dan rem depannya tidak berfungsi. Risiko perjalanan jauh terlalu besar, sehingga ia memilih untuk menetap di lokasi yang lebih aman.

Sebelum menjadi penjual pentolan, Dedi sempat mencoba membuka rumah makan.

Namun, berbagai cobaan membuat usahanya tidak bertahan lama. Kini, ia hidup sendiri setelah berpisah dengan istrinya.

Dari empat anaknya, satu telah meninggal dunia, sementara anak laki-lakinya sudah berkeluarga dan seorang anak perempuan lainnya sudah bekerja.

Saat ini, ia fokus membiayai pendidikan anak bungsunya, Adelia, yang baru memulai kuliah di salah satu universitas di Kota Gorontalo.

Meski penuh perjuangan, Dedi menjalani pekerjaannya dengan ikhlas.

"Sehari bisa sampai dua kali bocor ban, dan itu sangat merugikan, belum lagi kalau belum ada pembeli," ujarnya.

Namun, ia tidak memiliki pilihan lain karena inilah satu-satunya sumber penghasilannya.

Beberapa waktu lalu, ia sempat mendengar kabar tentang bantuan dari Baznas yang mungkin dapat ia terima.

Namun, hingga kini, bantuan tersebut belum juga datang. Dedi berharap pemerintah dapat memberikan perhatian, mengingat usianya yang tidak lagi muda dan kondisi fisiknya yang kian menantang untuk berjualan keliling.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved