Aparat Desa Belum Gajian

3 Bulan Aparat Desa di Kabupaten Gorontalo Belum Gajian, Sekdes Mundur hingga Motor Ditarik Diler

Ke depannya, DPRD meminta agar Pemda memperbaiki pengelolaan keuangan daerah dan memprioritaskan hak-hak aparat desa untuk menghindari masalah serupa

|
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Ilustrasi
ILUSTRASI -- kades di kabupaten Gorontalo. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Sudah tiga bulan gaji aparat desa di Kabupaten Gorontalo tertunda.

Pemerintah Kabupaten (Pemda) Gorontalo baru mampu membayarkan gaji untuk bulan Oktober.

Sebab informasinya gaji bulan November dan Desember masih menunggu perbaikan kondisi keuangan daerah.

Sebelumnya perlu diketahui bahwa gaji perangkat desa di Indonesia telah diatur secara tegas melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019.

PP ini merupakan revisi dari PP Nomor 43 Tahun 2014, yang menjadi pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap untuk kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD).

Dari seluruh perangkat desa, sekretaris desa mendapat gaji tertinggi. Berdasarkan regulasi, gaji minimal sekretaris desa adalah Rp2.224.420 per bulan, setara dengan 110 persen dari gaji pokok PNS golongan IIa.

Di beberapa kabupaten dan kota, posisi sekretaris desa telah ditetapkan sebagai jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang memberikan status lebih tinggi dibanding perangkat desa lainnya.

Sementara itu, perangkat desa di luar sekretaris desa mendapatkan gaji minimal sebesar Rp2.022.200 per bulan, setara dengan 100 persen gaji pokok PNS golongan IIa.

Jika dibandingkan, gaji kepala desa sendiri ditetapkan sedikit lebih tinggi, yaitu Rp2.426.640 per bulan.

Tidak hanya bergantung pada gaji tetap, perangkat desa juga berpotensi mendapatkan pendapatan lain, seperti yang diatur dalam Pasal 100 PP Nomor 11 Tahun 2019.

Menariknya, gaji perangkat desa bisa lebih tinggi dari angka minimal yang ditetapkan PP Nomor 11 Tahun 2019, tergantung kebijakan masing-masing daerah.

Dalam hal ini, bupati atau wali kota memiliki kewenangan untuk menentukan tunjangan tambahan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan daerah.

Adapun keterlambatan gaji aparat desa di Kabupaten Gorontalo memunculkan berbagai keluhan dari para aparat desa, yang merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan program pemerintah.

Bahkan, beberapa dari mereka mengalami kesulitan ekonomi serius.

Seorang aparat desa melaporkan bahwa motor yang dimilikinya telah ditarik oleh diler karena tidak mampu membayar cicilan.

"Karena terlambat gaji sekretaris desa memundurkan diri, karena mereka juga punya tanggungan," ungkap Kepala Desa Bongomeme dengan nada kecewa.

Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Gorontalo, Wowiling Habibullah, menyatakan bahwa keputusan Pemda dalam mengalokasikan anggaran terkesan asal-asalan.

“Ketika DAU (Dana Alokasi Umum) masuk, seharusnya 10 persen kewajiban daerah terhadap desa langsung disisihkan. Namun kenyataannya, dana tersebut digunakan untuk alokasi lain,” tegasnya.

Menurut Ketua Komisi Satu DPRD Kabupaten Gorontalo, Mukhlis Panai, keterlambatan ini terjadi akibat minimnya transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat.

Dari alokasi Rp700 miliar yang seharusnya diterima, Pemda Gorontalo hanya mendapatkan sekitar Rp500 miliar.

“Dana yang diterima hanya cukup untuk membayar gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga gaji aparat desa terpaksa tertunda,” jelas Mukhlis.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kabupaten Gorontalo, Pemda menyatakan bahwa gaji yang belum dibayarkan akan direalisasikan pada 2025.

Namun, janji ini belum mampu meredakan kekecewaan aparat desa. Beberapa bahkan memilih untuk melayani masyarakat dari rumah masing-masing sebagai bentuk protes.

“Kami berharap pemerintah segera memperhatikan nasib kami. Aparat desa adalah ujung tombak pelayanan publik, namun malah terabaikan,” ujar salah satu perwakilan desa.

Ke depannya, DPRD meminta agar Pemda memperbaiki pengelolaan keuangan daerah dan memprioritaskan hak-hak aparat desa untuk menghindari masalah serupa di masa mendatang. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved