Jamaah Islamiyah Bubar
Sejarah Jamaah Islamiyah dari Abdullah Sungkar Hingga Kini Telah Dibubarkan
Kisah organisasi Al Jamaah Al Islamiyah atau lebih popular disebut Jamaah Islamiyah adalah membaca sejarah panjang Indonesia modern warisan perang kem
Abu Bakar Baasyir telah bersimpang jalan dengan Jamaah Islamiyah yang diteruskan murid-murid loyal almarhum Abdullah Sungkar.
Pada 1 Agustus 2000, bom mobil meledak dahsyat di depan rumah Dubes Filipina di Menteng, Jakarta, menewaskan dua warga Indonesia.
Duta Besar Filipina Leonides Caday dirawat di rumah sakit karena cedera di kepala dan tangan. Kelak akan diketahui pelakunya Fathurahman Al Ghozi, kader dan rekrutan Jamaah Islamiyah.
Di akhir tahun, tepatnya malam Natal 2000, atau 24 Desember 2000 malam, bom berledakan hebat dari berbagai lokasi di Pulau Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat.
Kelak dikemudian hari terungkap aksi pengeboman massal ini diinisiasi dan dikendalikan kelompok Encep Nurjaman alias Enjang Nurjaman alias Hambali alias Ridwan Ishomudin.
Hambali tahun 1985 pernah di Afghanistan, dan selanjutnya turut mendidik mujahidin asal Indonesia di kamp kemiliteran di perbatasan Pakistan-Afghanistan.
Selain Hambali, aksi pengeboman massal malam Natal 2000 dilakukan Muklas alias Ali Ghufron, Abdul Azis alias Imam Samudra alias Qodama, dan puluhan orang yang berhubungan dengan orang-orang ini.
Nama-nama mereka kelak kemudian diketahui bersimpul dengan apa yang pernah dibangun almarhum Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir di madrasah Luqmanul Hakim, Johor Bahru, Malaysia.
Pada 11 September 2001, empat kelompok penyerang Al Qaeda membajak empat pesawat komersial yang dua di antaranya ditabrakkan ke Menara kembar World Trade Center di New York.
Satu lain menghantam Pentagon, dan satu pesawat lagi jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania, gagal mencapai target di Washington DC.
Peristiwa 11 September 2001 ini memicu kemarahan Amerika Serikat, yang sebulan kemudian menggempur Afghanistan diikuti pengiriman pasukan militer.
Pemimpin Al Qaeda Syekh Usamah bin Ladin atau Osama bin Laden, menyerukan perang total melawan apa yang disebutnya orang-orang kafir.
Fatwa Osama bin Laden ini memanggang kemarangan banyak orang dan kelompok, termasuk jaringan para pelaku bom massal malam Natal 2000.
Setahun setelah pasukan Amerika Serikat menyerbu Afghanistan, pada 12 Oktober 2002, bom super dahsyat meledak di Kuta dan Legian, Denpasar, Bali.
Kelak kemudian diketahui pengeboman diorkestrasi Ali Ghufron alias Muklas, Abdul Azis alias Imam Samudra, Ali Imron, Dr Azhari Nurdin dan Noordin M Top, keduanya warga Malaysia.
Sekali lagi kelompok ini tersimpul dengan kegiatan yang pernah difasilitasi almarhum Abdullah Sungkar semasa memimpin Jamaah Islamiyah di Malaysia.
Setelah bom Bali 12 Oktober 2002, penangkapan para pelakunya tak menyurutkan jaringan yang tersisa, yang melanjutkan seri teror dan kekerasan di tahun-tahun selanjutnya.
Jemaah Islamiyah terus disangkutpautkan dengan berbagai aksi terorisme yang dilakukan individu-individu yang berkelompok, dan mereka umumnya direkrut dan dididik kader jamaah ini.
Tak terbilang lagi pengungkapan dan penangkapan para pelaku kekerasan bersenjata oleh aparat keamanan, yang ujung-ujungnya selalu tersimpul dengan jaringan Jamaah Islamiyah.
Juga ada yang bersinggungan dengan MMI, dan lalu belakangan muncul Jamaah Anshorut Daulah (JAD), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Majelis Mujahidin Indonesia Timur (MMIT), dan lain-lainnya.
Pada 9 Juni 2007, Ustad Zarkasyi atau Zarkasih alias Abu Irsyad alias Zahroni ditangkap pasukan Polri di Yogyakarta. Sebelumnya aparat menciduk Ainul Bahri alias Abu Dujana alias Pak Guru di Kebumen.
Keduanya disebut tokoh penting Jamaah Islamiyah. Zarkasyi diyakini pemimpin sementara Jamaah Islamiyah saat tokoh pengganti Abdulah Sungkar yaitu Abu Rusdan di dalam penjara.
Sementara Abu Dujana disebut sebagai Panglima Askari atau pemimpin pasukan Jamaah Islamiyah. Keduanya menjalani proses hukum hingga divonis pada 21 April 2010.
Zarkasih diganjar hukuman 15 tahun penjara, sama dengan Abu Dujana. Poin menentukan di vonis kedua tokoh ini, pengadilan menyatakan Jemaah Islamiyah merupakan "korporasi yang terlarang".
Inilah awal dari masa survival hingga dialektika para elite Jamaah Islamiyah sebagai organisasi berikut jaringannya, yang ternyata memerlukan waktu 14 tahun untuk sampai pada titik balik bubar atau membubarkan diri.
Deklarasi bubarnya Jamaah Islamiyah dinyatakan pada 30 Juni 2024 di Hotel Lor In Sentul Bogor, didahului pertemuan kajian atau semacam batshul masail sehari sebelumnya di Solo, atau pada 29 Juni 2024.
Semua sesepuh Jamaah Islamiyah yang aktif maupun tidak aktif, para tokoh senior jamaah dari berbagai bidang urusan hadir dan bersepakat bulat dengan hasil evaluasinya.
Hasil pertemuan Solo dibawa ke Sentul, yang kali ini pertemuan diberi judul Forum Silaturahmi Pondok Pesantren Jamaah Islamiyah.
Tokoh-tokoh sentral Jamaah Islamiyah, termasuk Abu Rusdan, Para Wijayanto, Arif Siswanto, Abu Fatih, Abu Dujana, dan lain-lain hadir memberi pendapat, pandangan, dan dukungan.
Akhirnya pertemuan yang diawali menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, diakhiri pembacaan deklarasi Jamaah Islamiyah menyatakan diri bubar oleh Ustad Abu Rusdan alias Thoriquddin alias Hamzah.
Inilah akhir kisah perjalanan Al Jamaah Al Islamiyah sebagai organisasi yang didirikan almarhum Abdullah bin Ahmad Sungkar dan Abu Bakar Baasyir serta beberapa tokoh lain, 31 tahun lalu di Malaysia.(Tribun Network/Setya Krisna Sumarga)
Atribut-atribut NKRI di Pesantren Eks JI di Boyolali
Bendera besar merah putih terlihat terpasang di pucuk tiang cukup besar di depan kantor Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
Remang senja dan angin yang tenang serta hawa dingiin membuat bendera negara itu tak bergerak, seperti membeku di kampung bernama Kedung Lengkong itu.
Di seberang kantor, papan nama besar pesantren terlihat berwarna keemasan, tegak di depan deretan gedung tempat para santri biasa belajar.
Di belakang bangunan itu berdiri kokoh masjid Darusy Syahadah. Berkubah besar, masjid itu belum seratus persen kelar pembangunannya.
Beranjak ke ruang tamu kantor pesantren, empat bendera terpasang di sebelah pintu masuk. Ada bendera merah putih, bendera lambang Kemenag, bendera yayasan, bendera pesantren.
Foto Presiden Joko Widodo dan Wapres Maruf Amin mengapit lambang garuda di dinding ruangan sebelah kanan pintu masuk.
Ustad Qasdi Ridwanulloh dan sejumlah guru menerima kedatangan Tribun, yang secara khusus ingin melihat dari dekat pesantren afiliasi JI itu.
Pesantren Darusy Syahadah mencuat namanya di tahun 2009, ketika alumni Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki yang mengajar di pesantren ini tewas bersama Noordin Mohd Top.
Namanya Gempur Budi Angkoro alias Urwah. Noordin dan Urwah tewas saat rumah singgahnya di Mojosongo digempur apparat Densus 88 Antiteror.
Keduanya melawan menggunakan senjata api dan peledak. Baku tembak berlangsung berjam-jam, sebelum rumah yang ditempati terbakar dan ambruk.
Noordin Mohd Top saat itu buronan paling dicari karena diduga merekrut dan menjadi guru spiritual para pengebom bunuh diri di berbagai lokasi di Indonesia.
Noordin Mohd Top tercatat warga Malaysia, murid Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir semasa di sekolah agama Luqmanul Hakim Johor Bahru, Malaysia.
Pesantren Darusy Syahadah didirikan Ustad Mustaqim Safar, alumni dan mantan guru Ponpes Al Mukmin Ngruki, kini jadi Ketua Yayasan Yasmin Surakarta yang menaungi pesantren itu.
Awalnya hanya pesantren kecil dengan murid terbatas, di lokasi berbukit dan tanah merah yang tandus. Aktifitas pendidikan tingkat diniyah di pesantren ini dimulai Januari 1994.
Ini setahun setelah Abdullah Sungkar mendirikan Al Jamaah Al Islamiyah di Malaysia, dan organisasi ini mengembangkan jaringan lamanya di Indonesia.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juli 1994, unit Takhassus atau pendidikan level Kulliyyatul Mu’allimin pun dibuka.
Sabarno alias Amali, alumni angkatan kedua Ponpes Darusy Syahadah menceritakan kondisi awal pesantren yang gersang, bertanah merah, dan hanya memiliki dua bangunan kecil untuk santri.
Sumber air di kawasan berbukit-bukit itu juga terbatas, dan bahkan kemudian mengering. Ia tak menampik pengaruh gerakan JI kuat ditanamkan di pesantren ini.
Secara pribadi pun Sabarno mengakui dekat dengan almarhum Gempur Budi Angkoro alias Urwah. Bahkan mereka masih berkerabat dari jalur ayah mereka.
Sekarang, setelah 30 tahun didirikan dan sudah meluluskan ribuan alumni, Sabarno melihat ada banyak perubahan di dalam pesantren.
Sepuluh tahun terakhir, Sabarno bahkan mengaku tidak pernah datang ke almamaternya ini, karena berstatus DPO alias buron Densus 88 Antiteror.
Standar operasi Jamaah Islamiyah, dalam posisi seperti itu setiap anggota tidak boleh lagi bergiat atau berinteraksi dengan organisasi sayap dan almamaternya.
Perubahan signifikan Ponpes Darusy Syahadah adalah pada akhirnya bersedia kooperatif dengan aparat keamanan dan pemerintah.
Hampir setahun lalu, tepatnya 27 September 2023, Ustad Mustaqim Safar memfasilitasi kehadiran tim Cegah Densus 88 Antiteror dan Kemenag Boyolali.
Kegiatan ini juga dihadiri tokoh penting organisasi JI, Ustad Siswanto, yang pernah ditangkap aparat hukum terkait aktifitas organisasi ini.
Mereka menggelar dauroh atau pertemuan akbar ‘Sosialisasi Kebangsaan’. Sekira 250 guru, pengurus pondok, dan santri mengikuti acara ini.
Tiga isu disampaikan oleh tim Densus 88 Antiteror yang diwakili AKBP Goentoro Wisnu, mengenai efek intoleransi, terorisme, dan radikalisme.
Pertemuan terbuka ini menandai babak penting perubahan-perubahan di pesantren afiliasi JI, yang hampir setahun kemudian JI mencapai titik akhir : membubarkan diri.
Ustad Qasdi Ridwanulloh, Direktur Pontren Darusy Syahadah secara khusus melalui Tribun menyatakan pesantrennya terbuka untuk perbaikan dan siap berdialogd engan siapa saja.
Ustad Qasdi mengakui Ponpes Darusy Syahadah sejak lama berafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah.
Tapi secara prinsip, pesantren ini bertujuan mendidik anak-anak santrinya fokus pada ulumul syarii, perbaikan iman, dan perbaikan ibadah.
Setelah ada keputusan JI bubar 30 Juni 2024, Ustad Qasdi meyakinkan lembaganya terbuka untuk perbaikan supaya pendidikannya bermanfaat untuk kebaikan santri, umat, bangsa dan negara.
“Apabila ada stigma negatif, kami berharap agar mengutamakan klarifikasi, tabayun. Kita siap dialog,” tegas Ustad Qasdi yang alumni LIPIA Jakarta ini.
Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, Prof Dr Waryono Abdul Ghofur pun menyambangi Pondok Pesantren Darusy Syahadah.
Kunjungan dilakukan setelah Waryono bertemu para tokoh-tokoh eks Jamaah Islamiyah di sebuah lokasi di pinggiran Kota Solo, Kamis (18/7/2024) siang.
Ini merupakan kunjungan pertama seorang pejabat tinggi Kementerian Agama RI ke pesantren yang dulu berafilisi dengan Jamaah Islamiyah.
Sebelum berangkat ke Simo, Prof Dr Waryono mengatakan, senang bisa bertemu para tokoh eks JI. Ia mendengar secara langsung pemikiran-pemikiran para tokoh, dan memahami titik akhirnya.
“Diskusi tadi memastikan betul-betul ini (JI) membubarkan diri, bukan gimmick,” kata guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sraya menyebutkan pertemuan berikutnya akan segera dilakukan.
Mengenai langkah strategis ke depan, Waryono membenarkan Kemenag RI akan membantu proses evaluasi dan pembenahan kurikulum di pondok pesantren yang dulu berafiliasi dengan JI.
“Jika Madrasah itu kurikulumnya memang sentralistik, pesantren ada kurikulum standar, tapi sesuai cirinya mandiri, ada juga kurikulum lokal,” jelas Waryono.
“Kurikulum lokal silakan dibahas, tapi yang penting bagi kami isinya mengenai Islam sebagai rahmatul lil alamin, yang relevan dan komtekstual dengan kebutuhan negara,” katanya.
Mengenai perizinan pondok pesantren yang dulu dianggap afiliasi JI, Kemenag RI akan segera mengkajinya. “Ini bagian dari komitmen kita, semua akan mengikuti regulasi negara,” tegas Waryono.
Tentang keraguan sejumlah pihak tentang ikrar bubarnya JI, Waryono memahami dan menganggap wajar ada yang ragu.
“Sejarah panjang JI, relasi JI dengan negara, kan tak semudah seperti membalikkan tangan dari realitas ejarah,” ujarnya.
Waryono menggarisbawahi dan meminta publik turut mendengar, sekarang ini sudah tidak ada JI sebagai organisasi.
Adanya adalah para mantan JI yang berkomitmen, tak hanya kepada negara, tapi ke Allah SWT. Menurut Waryono, semua tanpa paksaan, dan diputuskan berdasar kajian dan ilmu.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
Ini Bekas Rumah Persembunyian Terakhir Noordin Mohd Top
Sebuah tangga bambu terpalang di teras rumah bercat putih di pinggiran sebuah kampung di Mojosongo, Kota Solo.
Cat lisplang kanopi dan tiang terasnya pink terlihat sudah pudar atau kusam. Pintu rumahnya terbuka.
Meteran listrik terlihat copot atau dicopot. Dari depan, rumah berukuran 5x 10 meter itu tampak utuh dan bagus.
Ini jauh dari fakta terakhir pada 17 September 2009, atau 15 tahun lalu. Rumah ini hancur lebur. Atapnya runtuh, pintu-pintunya jebol, dinding-dindingnya penuh lubang bekas tembakan.
Jelaga bekas kebakaran memenuh dinding ruang tamu. Inilah bekas rumah kontrakan di Kampung Kepuh Sari, tempat perhentian terakhir gembong terroir Noordin Mohd Top.
Warga Malaysia itu tamat riwayatnya setelah digerebek pasukan Densus 88 Antiteror.
Ia tewas bersama dua pengikutnya, Gempur Budi Angkoro alias Bagus Budi Pranoto alias Urwah, dan Aji alias Ario Sudarso.
Urwah alias Gempur Budi Angkoro ini berasal dari Ponpes Darusy Syahadah, Simo , Boyolali. Dia alumni Ponpes Al Mukmin, Ngruki.
Sedangkan Ario Sudarso alias Aji alias Mistam alias Husamudin, berasal dari Dukuh Kedungjampang, Desa Karangreja, Kecamatan Kutasari, Purbalingga, Jawa Tengah.
Satu lagi korban tewas bernama Adib alias Susilo, pengontrak rumah itu yang saat itu mengaku bekerja sebagai penjaga ternak di Ponpes Al Kahfi Mojosongo.
Istri Susilo bernama Putri Munawaroh, yang juga ada di dalam rumah yang diserbu, ajaibnya lolos dari maut.
Drama penyerbuan dan perburuan Noordin Mohd Top dan komplotannya di Mojosongo menurut warga setempat, berlangsung sangat dramatis.
Hendri, Ketua RT 03 saat ini, yang membawahi lingkungan rumah itu ingat, penyerbuan terjadi menjelang tengah malam.
Tapi ia saat itu sedang di lokasi lain berjualan. Istrinya yang di rumah yang tahu dan pertama kali mendengar bunyi rentetan tembakan.
Ia awalnya mengira bunyi petasan. Waktu itu sekira pukul 22.30 WIB. “Saya kira bunyi petasan. Tapi ada tetangga keluarga AURI bilang itu bunyi tembakan,” kata istri Hendri, Kamis (18/7/2024).
Ia tidak mau ditulis namanya. Begitu keluar rumah, dan warga lain juga sama-sama mencari tahu, jalan-jalan kampung sudah dibanjiri petugas.
Polisi menembaki lampu-lampu penerangan jalan umum, dan warga diminta mematikan lampu di rumahnya.
“Kampung langsung gelap gulita, dan bunyi tembakan semakin bersahut-sahutan,” imbuhnya. Warga di ring satu berangsur dievakuasi, sebelum polisi mensterilkan area sekitar.
Mereka sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, sampai ada yang memberitahu sedang dilakukan pengejaran kelompok teroris.
Siapa yang diburu tidak ada yang diberitahu. Warga hanya tahu, rumah yang diserbu saat itu dihuni Susilo dan istrinya, yang mengontrak rumah itu enam bulan sebelumnya.
Tiga bulan setelah menghuni rumah kontrakan, Susilo baru menyerahkan KTP ke Ketua RT 03 saat itu, Pak Suratmin.
Selebihnya tidak banyak warga dan tetangga kontrakan mengetahui aktivitas Susilo dan istrinya. Mereka tidak memeriksa rinci apa benar Susilo kerja di ponpes yang ia sebut.
Tapi istrinya, Putri Munawaroh, sejak tinggal di situ, menawarkan diri mengajar pengajian ke anak-anak sekitar jika sore.
Warga sekitar tidak pernah menyangka Susilo dan istrinya akan menampung Noordin Mohd Top dan kawan-kawan yang sedang diburu Densus.
Aktivitas di rumah itu juga tidak pernah mencurigakan. Warga tidak pernah melihat kedatangan orang-orang asing siang maupun malam.
Karena itu ketika penggerebekan terjadi, semua terheran-heran. Ternyata di dalam rumah itu ada pendatang, dan jumlahnya ternyata tiga orang pria.
Menurut istri Hendri, sempat muncul tanda tanya di benak warga, ketika belakangan Susilo kerap membeli air galon.
Seringnya pembelian air galon ini jadi tanda tanya karena warga tahunya hanya ada dua orang di rumah itu.
Konsumsi air bergalon-galon dalam tempo pembelian yang sering dirasa musykil, karena rumah itu menggunakan air PDAM.
“Tapi ya hanya sebatas bertanya-tanya saja, tidak lebih dari itu,” kata perempuan yang tinggal di blok depan rumah kontrakan tersebut.
Tanda tanya lain, pintu rumah Susilo itu selalu tertutup rapat. Meski ada anan-anak sedang belajar mengaji di teras, pintu itu tak pernah terbuka.
Ia dan sejumlah warga yang tak ingin namanya ditulis, mengatakan penggerebekan Noordin Mohd Top diawali kehadiran orang-orang asing kira-kira sejak sepekan sebelumnya di kampung itu.
Ada yang menyamar jualan keliling cilok, bakso. Ada yang jadi pencari rongsokan dan sampah plastic. Ada juga yang pura-pura berburu burung.
Mereka tiap hari mengitari kampung, dan pemburu burung berkeliaran di tanah-tanah kosong belakang rumah kontrakan itu yang masih rimbun dan berbatasan dengan sungai kecil.
Posisi rumah persembunyian Noordin Mohd Top tampaknya dipilih karena cukup strategis. Belakangnya kebun kosong posisi melandai ke arah sungai.
Tidak ada rumah atau bangunan apapun di area itu, hingga batas sungai. Di seberangnya baru masuk wilayah perkampungan Badran.
Jadi untuk jalur escape atau lari jika terjadi sesuatu cukup ideal. Pintu belakang rumah kontrakan ada di samping kiri, yang juga masih ada lahan sebelum masuk area rumah tetangga.
Laporan wartawan Tribun dari lokasi kejadian pada 17 September 2009 memperlihatkan suasana dan rasa kaget di kalangan warga Kepuh Sari.
“Seperti mimpi saja. Benar-benar tidak menyangka,” ujar Ny Sulini (34), yang tinggal persis di depan rumah kontrakan Susilo kala itu.
Perempuan itu menilai sejak tinggal di rumah itu, Susilo dan istrinya pasangan yang baik-baik saja dan sopan.
Hanya mereka memang tak langsung menyerahkan identiitas ke Ketua RT. Susilo mesti berkali-kali diingatkan tetangganya agar melaporkan kehadirannya ke pengurus lingkungan.
Berdasar KTP yang diserahkan, Susilo berasal dari wilayah Pajang, Laweyan, Solo. Sedangkan istrinya warga Banaran, Grogol, Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai kilas balik ringkas, penyerbuan rumah singgah Noordin Mohd Top diawali ketika sejumlah orang mengetuk pintu rumah Widodo, rumah di sebelah kontrakan Susilo.
Mereka meminta tuan rumah mematikan lampu. Tak berselang lama, terdengar tembakan ke arah rumah Susilo dan keluarga Widodo diminta tiarap.
Dari dalam rumah Susilo terdengar suara laki-laki meneriakkkan takbir. Bunyi tembakan terus terdengar silih berganti.
Rumah kontrakan itu ternyata sudah terkepung dari semua sisi. Rentetan tembakan semakin sering terjadi mendekati pukul 00.00 WIB.
Satu jam kemudian bunyi tembakan reda ditandai ledakan dan semburan bunga api menjebol atap rumah sekira pukul 01.00 WIB.
Sekira pukul 02.30 WIB, kembali terdengar rentetan tembakan, dan sesudah itu tidak ada lagi hingga hari terang pada 17 Septemeber 2009.
Kampung Kepuh Sari sudah dibanjiri pasukan keamanan, mobil pemadam kebakaran, ambulans, dan kendaraan Inafis Polri.
Polisi mengevakuasi kotak-kotak yang kabarnya berisi amunisi, karung-karung bahan peledak, gulungan kabel dan barang bukti lainnya.
Sesudah itu, empat ambulans meninggalkan tempat penyergapan membawa empat kantong jenazah di waktu berbeda-beda.
Setelah hari terang itu warga baru tahu tembakan juga datang dari arah dalam rumah Susilo. Lubang-lubang bekas hantaman proyektil terlihat di dinding rumah seberang kontrakan yang diserbu.
Akan halnya Putri Munawaroh yang tengah hamil, warga belakangan mendengar ia selamat karena berlindung di dalam gulungan kasur di kamar.
Sementara Noordin Mohd Top, Urwah, Ario Sudarso, dan Susilo alias Adib, ditemukan tewas di kamar mandi dan dapur di bagian belakang rumah tersebut.
Seorang anggota Densus 88 Antiteror yang ikut dalam penyerbuan itu kepada Tribun mengatakan, kepala Noordin Mohd Top rusak berat.
Tapi wajahnya masih bisa dikenali. Ia menggambarkan, Noordin Mohd Top berjambang sangat lebat dan rambut brewoknya keriting menjuntai.
Tubuhnya cukup tinggi tegap atletis. Rambutnya tebal lurus. Penampilannya sangat berbeda dengan foto diri dan sketsa yang dimiliki petugas keamanan.
“Kalau kita papasan, sangat sulit mengenalinya dengan penampilan dan wajah terakhir seperti itu. Beda jauh dengan foto dan sketsa kita,” katanya di sebuah kedai kopi di pinggiran Solo.
Penyerbuan Mojosongo mengakhiri petualangan Noordin Mohd Top, yang dikenali sebagai tokoh penting perekrut dan ideolog kelompok teroris Indonesia.
Pada kasus bom Bali pertama, Noordin Mohd Top sudah terlibat tapi perannya tidak sepenting dan sedominan aksi-aksi sesudah itu.
Sebagai perekrut dan ideolog, ia kalah pamor dengan Muklas yang sangat senior. Baru setelah Muklas dan kawan-kawan ditangkapi dan ia lolos, perannya mulai signifikan.
Di kasus bom Bali kedua, peran Noordin Mohd Top sangat signifikan. Video rekamannya yang menyiarkan misi aksi itu muncul ke publik.
Mengenakan gamis panjang dan berseibo atau mengenakan penutup kepala, Noordin Mohd Top menjelaskan maksud tujuan pengeboman kali kedua di Bali 1 Oktober 2005.
Bom Bali kedua dirancang Noordin Mohd Top dengan para eksekutor berasal dari Banten. Dr Azhari dari Malaysia menyiapkan bom-bom yang digunakan.
Doktor di University Teknologi Malaysia itu akhirnya ditamatkan hidupnya saat bersembunyi di sebuah rumah di Kelurahan Songgokerto, Batu, Malang, Jawa Timur.
Penyerbuan rumah persembunyian Dr Azhari berlangsung 9 November 2005, berjarak sebulan saja setelah aksi pengeboman di Bali.
Azhari bin Nurdin tewas bersama Arman, pengikutnya yang diyakini ahli merakit bom. Arman alias Agus Puryanto, diketahui warga asal Widodaren, Ngawi.
Keberadaan Dr Azhari dipastikan ada di sebuah rumah di Kota Batu itu, setelah pendampingnya bernama Cholili, diringkus di dekat Semarang.
Pagi sebelum penggerebekan dimulai, Cholili meninggalkan Kota Batu, dan ternyata bergerak naik bus ke arah Semarang.
Bubarnya Jamaah Islamiyah atau JI pada 30 Juni 2024 menandai babak baru sejarah terorisme di Indonesia.
Rumah kosong di Kampung Kepuh Sari, Mojosongo, di selatan Kawasan TPA Putri Cempo, jadi saksi bisu jejak berdarah-darah yang ditinggalkan orang-orang yang dibesarkan JI pada masanya. (Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
Cerita Mantan Tokoh Jamaah Islamiyah Abu Fatih Dipanggil Abdullah Sungkar, Diminta Pimpin JI Jawa |
![]() |
---|
Cerita Sabarno, Mantan Tokoh Jamaah Islamiyah saat Hindari Kejaran Densus |
![]() |
---|
Simak Wawancara Khusus Eks Tokoh Jamaah Islamiyah Ustad Abu Fatih dan Ustad Abu Mahmudah |
![]() |
---|
Jamaah Islamiyah Nyatakan Diri Bubar, Abu Fatih: Kami Islah, Kami Minta Maaf |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.