9 Tradisi Jelang Ramadan di Gorontalo, Beberapa Mulai Jarang Dilakukan

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Jelang bulan Ramadan 1445 H, Gorontalo kembali hidup dengan semarak tradisi budaya.

Sembilan tradisi unik, warisan leluhur, masih dilestarikan, meski beberapa mulai ditinggalkan. Hal itu seperti yang diungkapkan Husni Idrus, Dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo.

"Tradisi seperti mohimelu, motonggeyamo, koko'o, mongaruwa, dan moziarah masih dilestarikan oleh masyarakat Gorontalo," ungkap Husni, Jumat (08/3/2024). 

Tradisi bacoho, membersihkan rambut dengan rempah wangi, dan molanggilo, membersihkan alat salat dengan rempah, kini jarang dilakukan.

Baca juga: Polisi Gorontalo Bongkar Tempat Pembuatan Cap Tikus di Desa Milangodaa Pohuwato

Modernisasi dan kemudahan akses produk modern menjadi penyebabnya.

"Sekarang kan sudah ada sampo, jadi bacoho ini sudah kurang," kata Husni.

Tradisi mohibadaa, menjaga kecantikan kulit dengan masker alami, juga mulai pudar. Skincare modern menjadi pilihan utama perempuan masa kini.

"Tradisi ini sudah hilang karena adanya skincare," ujar Husni.

Tradisi koko'o, membangunkan sahur dengan bambu, masih hidup di beberapa daerah.

Baca juga: Pedagang Khawatir Harga Beras di Pohuwato Gorontalo Rp15 ribu per Liter jelang Ramadan

Namun, tradisi bunggo, meriam bambu untuk membangunkan sahur, mulai tergantikan teknologi.

"Sekarang kan sudah ada pengeras suara seperti mic, toa dan sebagainya," jelas Husni.

Sembilan tradisi ini adalah cerminan budaya Gorontalo yang kaya. Melestarikannya menjadi tanggung jawab bersama, agar warisan leluhur ini tetap hidup dan mewarnai Ramadan di Gorontalo.

"Meskipun beberapa tradisi mulai tergerus zaman, semangat untuk melestarikan budaya Gorontalo harus tetap dijaga," pungkas Husni.(*)