Sosok Tokoh

Sosok Profesor Eddy Hiariej, Kalahkan KPK di Praperadilan, Pernah Bantu Jokowi Lawan Prabowo di MK

Profesor di bidang Hukum ini melayangkan gugatan praperadilan atas status tersangka kasus dugaan suap dalam administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkumh

Editor: Aldi Ponge
Foto Arsip. Humas Kemenkumham
Mantan Wamenkumham Eddy Hiariej menang gugatan praperadilan status tersangka KPK 

TRIBUNGORONTALO.COM - Sosok Profesor Eddy Hiariej yang mengalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Selasa (30/1/2024).

Profesor di bidang Hukum ini melayangkan gugatan praperadilan atas status tersangka kasus dugaan suap dalam administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkumham RI.

Eddy Hiariej adalah Eks Wamenkumham Eddy Hiariej. Dia memilih mundur dari Jabatan Wakil Menteri setelah ditetapkan tersangka.

Sebelum menjadi Wamenkumham, Eddy Hiariej adalah dosen UGM dan pernah menjadi saksi ahli Jokowi - Amin melawan Prabowo dan Sandiaga Uno saat sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. 

Pernyataan dan kesaksian Eddy Hiariej menarik perhatian publik dan menjadi viral kalah itu

Hakim Tunggal Estiono mengatakan dikabulkannya gugatan Eddy Hiariej dilakukan karena penetapan tersangka dinilai tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah.

"Menimbang, bahwa bukti berbagai putusan yang diajukan termohon, tidak dapat menjadi rujukan dalam Praperadilan aquo, karena tiap perkara memiliki karakter yang berbeda, dan tidak ada kewajiban bagi Hakim untuk mengikuti putusan terdahulu," kata Estiono di ruang sidang.

Hakim kemudian menyatakan permohonan praperadilan Eddy Hiariej dikabulkan dan membebankan biaya perkara terhadap KPK selaku termohon.

"Menimbang, bahwa oleh karena permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon dikabulkan, maka biaya yang timbul dalam perkara dibebankan kepada Termohon," pungkasnya.

Selain tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah, ada alasan lain mengapa hakim PN Jakarta mengabulkan gugatan praperadilan Eddy Hiariej.

Hakim juga mempertimbangkan, bukti berjudul berita acara pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 Nopember 2023, dan berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023 pelaksananya setelah penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej.

"Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum 2 alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, maka Hakim sampai kepada kesimpulan tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," ungkapnya.

Alhasil hakim pun menyatakan bahwa permohonan praperadilan Eddy Hiariej dikabulkan dan membebankan biaya perkara terhadap KPK selaku termohon.

"Menimbang, bahwa oleh karena permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon dikabulkan, maka biaya yang timbul dalam perkara dibebankan kepada Termohon," kata hakim.

PN Jakarta Selatan menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai hukum mengikat.

Sosok Eddy Hiariej

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH M.Hum, lahir di Ambon, Maluku, pada 10 April 1973.

Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej.

Selama ini dikenal sebagai sosok akademisi yang kerap dimintai pendapat soal isu-isu hukum.

Eddy OS Hiariej meraih gelar professor pada usia yang terbilang muda, yaitu 37 tahun.

Eddy Hiariej mendapatkan gelar profesor di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Dia adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM)

SK guru besar tersebut turun pada 1 September 2010.

Capaian tersebut tidak lepas dari prestasi ketika menempuh pendidikan jenjang doktoral.

Eddi Hiariej berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam waktu yang lebih singkat.

Ia berhasil menyelesaikan pendidikan doktor dalam waktu 2 tahun 20 hari.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini kerap menjadi saksi ahli di berbagai persidangan.

Edward Omar Sharif Hiariej dilantik menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM pada 23 Desember 2020.

Dia merupakan satu di antara beberapa orang lainnya yang masuk dalam cabinet Indonesia Maju setelah reshuffle.

Adapun selain Eddy, Presiden Jokowi juga melantik empat orang wakil menteri lainnya,

Sebelumnya, Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkumham RI olek KPK bersama dua orang lainnya yakni Yosi Andika Mulyadi (pengacara) dan Yogi Arie Rukmana (asisten pribadi Eddy Hiariej).

KPK baru menahan Helmut, sedangkan Eddy Hiariej dan dua tersangka lainnya belum dilakukan penahanan.

Menurut temuan KPK, Eddy Hiariej melalui Yosi dan Yogi telah menerima uang Rp8 miliar terkait dengan konsultasi hukum perihal AHU PT CLM dan penghentian permasalahan hukum Helmut di Bareskrim Polri.

Imbas dari kasus tersebut, Eddy Hiariej mengundurkan diri dari jabatan Wamenkumham.

Selain itu, Eddy Hiariej, Yosi, dan Yogi telah menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 4 Desember 2023.

Namun, belakangan Eddy, Yosi, dan Yogi mencabut permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan, pada Rabu 20 Desember 2023.

Akan tetapi, Eddy Hiariej kembali mengajukan gugatan praperadilan untuk melawan status tersangka di KPK.

Gugatan tersebut telah didaftarkan ke PN Jakarta Selatan pada Rabu, 3 Januari 2024.

Respons Pimpinan KPK

Ketua sementara (KPK) Nawawi Pomolango angkat bicara soal putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Dikatakan Nawawi, pihaknya belum bisa memberitahu langkah lanjutan atas putusan tersebut.

Mantan hakim tindak pidana korupsi (tipikor) itu mengatakan KPK ingin lebih dulu mempelajari putusan hakim.

 "Kita akan pelajari dahulu putusan hakim prapidnya," kata Nawawi lewat pesan singkat, Selasa (30/1/2024).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengatakan, pihaknya akan mencermati keputusan itu terlebih dahulu.

Apakah dalam pertimbangannya, hakim menilai alat bukti penetapan tersangka Eddy Hiariej atau tidak.

Pasalnya, apabila menurut hakim bukti-bukti yang ada tidak cukup, maka KPK akan melengkapi bukti-bukti tersebut.

Sehingga, Eddy Hiariej bisa ditetapkan sebagai tersangka kembali.

“Kalau menurut hakim bukti tidak cukup, ya kita lengkapi/cukupi buktinya dan tetapkan tersangka lagi,” kata Alex lewat pesan singkat, Rabu (31/1/2024).

"Pertimbangan hakim masuk akal atau masuk angin. Ini yang harus dicermati," imbuh Alex.

Reaksi Yasonna Laoly

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Yasonna Laoly, merespons soal diterimanya praperadilan mantan Wamenkumham Edward Omar Syarief Hiariej alias Eddy Hiariej oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Kata Yasonna, sejatinya apa yang diputuskan oleh pengadilan sudah pasti melalui beragam pertimbangan.

"Namanya urusan Pengadilan, Pengadilan sudah menetapkan demikian tentu pengadilan mempunyai pertimbangan-pertimbangan tentang hal itu," kata Yasonna saat ditemui awak media di Kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Atas hal itu, Yasonna menghormati apa yang menjadi keputusan pengadilan atas gugatan Eddy Hiariej tersebut.

Meski begitu, Menteri yang juga merupakan kader PDIP tersebut enggan bicara lebih jauh soal keputusan itu.

Ke depan, kata dia, tinggal bagaimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tergugat menindak lanjuti putusan tersebut.

"Kita menghormati saja keputusan pengadilan, terserah nanti bagaimana tindaklanjutnya dari KPK. Secara hukum memang begitulah pengadilan memutuskan," tukas Yasonna.

Eddy Hiariej Pernah Jadi Saksi Ahli Jokowi- Maruf Amin di MK

Prof Eddy OS Hiariej pernah menjadi saksi ahli Jokowi-Maruf Amin melawan Prabowo - Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6/2019)

Penjelasan guru besar UGM tersebut ternyata membuat netizen terpukau dan merasa salah memilih jurusan.

Saat itu Prof Eddy OS Hiariej diberi waktu kurang lebih 10 menit menyampaikan argumennya. 

Ia menjawab secara runtut semua pertanyaan dengan istilah-istilah hukum yang mudah dipahami.

Para penanya pun, terutama para hakim tampak puas dengan jawabannya.

Nah, di jagat twitter )sekarang X) nama Prof Eddy pun langsung tranding.

Dalam sidang tersebut, kredibilitas Eddy sempat dipertanyakan Bambang Widjojanto yang saat itu menjadi Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ketika itu, Bambang menanyakan berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis Eddy terkait persoalan pemilu.

Eddy mengakui dirinya memang belum pernah menulis buku yang spesifik membahas soal pemilu.

Namun, ia menekankan, seorang profesor atau guru besar bidang hukum harus menguasai asas dan teori untuk menjawab segala persoalan hukum.

Eddy Hiariej Pernah Jadi Saksi Ahli di Sidang Ahok

Eddy dihadirkan sebagai ahli dalam sidang kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama pada 2017.

Namun, kehadiran Eddy pada saat itu sempat menimbulkan persoalan yang membuat jaksa penuntut umum menolak kesaksian Eddy.

Pasalnya, kata jaksa Ali Mukartono, Eddy sempat menghubungi jaksa dan menyatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi ahli oleh penasihat hukum jika jaksa tak menghadirkannya sebagai ahli.

Jaksa sendiri sudah berniat akan mengajukan Eddy sebagai saksi ahli hukum pidana.

Eddy Hiariej Pernah Kritik UU Cipta Kerja

Sebelum dilantik menjadi wamenkumham, Eddy sempat mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja.

Ia mengatakan, UU Cipte Kerja Berpotensi menjadi “macan kertas” karena tidak memiliki sanksi yang efektif.

Eddy Hiariej juga menilai UU Cipta Kerja tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya.

"Dia (UU Cipta Kerja) bisa sebagai macan kertas. Artinya apa? Artinya sanksi pidana dan sanksi-sanksi lainnya bisa jadi dia tidak bisa berlaku efektif," kata Eddy, dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (7/10/2020).

Selain itu, dia menilai jika UU Ciptaker hanya memiliki sanksi administrasi.

"Saya melihat dalam RUU Cipta Kerja itu ada sanksi pidana di dalamnya, tetapi di atas tertulisnya adalah sanksi administrasi. Padahal, sanksi administrasi dan sanksi pidana itu adalah dua hal yang berbeda secara prinsip. Jadi judulnya sanksi administrasi, sementara di bawahnya itu sanksi pidana isinya," tambah Eddy.

Ia juga menilai ada kesalahan konsep penegakan hukum dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melakukan pelanggaran.

Sebab, dalam UU itu, pertanggungjawaban korporasi berada dalam konteks administrasi atau perdata. Namun, aturan tersebut juga memuat sanksi pemidanaan bagi korporasi.

"Ujug-ujug ada sanksi pidana yang dijatuhkan kepada korporasi dan celakanya itu adalah pidana penjara," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil Eddy Hiariej, Eks Wamenkumham Kalahkan KPK di Praperadilan Penetapan Tersangka Dugaan Suap

Ikuti Berita Menarik Lainnya dari TribunGorontalo.com di Google

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved