Kekerasaan Saat Interogasi

Ingat! Polisi Dilarang Melakukan Kekerasan Saat Interogasi Tersangka Kejahatan, ini Aturannya

Hal itu jelas ditegaskan dalam Pasal 10 huruf c Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manus

Penulis: Husnul Puhi | Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com/Wawan Akuba
Sejumlah Polwan menjaga masa aksi di Bundaran Saronde, Kota Gorontalo. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Setiap anggota Polri dilarang melakukan kekerasan saat melakukan interogasi tersangka. 

Hal itu jelas ditegaskan dalam Pasal 10 huruf c Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Dalam aturan itu, ditegaskan bahwa anggota Polisi dilarang untuk melakukan kekerasan saat bertugas, kecuali untuk mencegah kejahatan.

Demikian bunyinya:

Tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan; 

Tak cuma itu, dalam Pasal 11 Ayat 1 huruf b ditegaskan:

Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; 

Masih pada pasal yang sama, pada Ayat 1 huruf g ditegaskan lagi:

Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: Penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);

"Anggota Polri yang melakukan tindakan melanggar HAM wajib mempertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik profesi kepolisian, disiplin dan hukum yang berlaku," tulis ayat 2 Pasal 11 Perkab Nomor 8 Tahun 2009 dikutip TribunGorontalo.com, Sabtu (8/7/2023). 

Sanksi ini juga tertuang dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Perkap Nomor 14 ini juga mengatur tentang larangan melakukan kekerasan saat polisi bertugas. Dalam Pasal 13 Ayat 1 huruf e tertulis, “Setiap anggota Polri dilarang berperilaku kasar dan tidak patut.” 

Sementara Pasal 15 huruf e berbunyi, “Setiap anggota Polri dilarang bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang.” 

UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri juga mengatur polisi saat bertugas, yakni Pasal 14 huruf i dan Pasal 19. 

Pasal 14 huruf i berbunyi: Dalam melaksanakan tugas pokok, Polri bertugas melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 

Dugaan Kekerasaan saat Interogasi oleh Oknum Polisi Gorontalo Utara

Seorang oknum polisi yang bertugas di Polres Gorontalo Utara (Gorut) diduga melakukan kekerasan saat proses interogasi. 

Korbannya adalah Sahrudin Mootalu, pria paruh baya yang ditetapkan sebagai tersangka praktik judi sabung ayam di wilayah itu. 

Karena tak terima dengan perlakuan itu, istri Sahrudin bernama Hadija Panto melapor ke SPKT Polda Gorontalo Jumat malam (7/7/2023). 

Hadija menceritakan kepada TribunGorontalo.com bagaimana suaminya diperlakukan oleh oknum polisi Polres Gorut tersebut. 

Sebetulnya kata Hadija, dirinya tak tahu jika suaminya itu mengalami penganiayaan saat diinterogasi polisi. 

Ia hanya tahu suaminya kini dirujuk ke rumah sakit (RS) gara-gara mengalami keluhan medis. 

Lalu kepada Hadija, Sahrudin mengaku disuruh melakukan push-up sewaktu dirinya diinterogasi polisi.

"Dia (oknum polisi) tutup muka (Sahrudin), ditonjok dengan pelungku (kepalan tangan) di dada banyak kali, baru itu dicambuk lagi," ungkap dia.

Pria yang kerap disapa Papa Anjas itu pun jatuh tersungkur. 

Tak berhenti sampai di situ, Sahrudin disuruh push-up kembali.

"Dorang (oknum polisi) bilang 'so itu mengaku'," jelas istri Sahrudin.

Akibatnya, kaki dan paha Sahrudin memar, dan bagian dadanya terasa sakit apabila disentuh.

"Jangankan disentuh, mau minum air saja tidak boleh banyak," ujarnya.

Demi memastikan organ dalam tubuh suaminya tak cidera, Hadija meminta dokter melakukan rontgen. Juga menjalani Ultrasonografi (USG).

Dipaksa Mengaku

Sebetulnya, Sahrudin kata Hadija dipaksa oleh oknum polisi itu untuk mengakui sesuatu. 

Ia ditanyai apakah saat itu menyaksikan seorang anggota DPRD Provinsi Gorontalo berada di lokasi sabung ayam. 

Tidak jelas apa motif oknum polisi itu menanyai perkara itu ke Sahrudin.

Memang, Sahrudin adalah satu dari lima warga yang diringkus polisi dari lokasi judi sabung ayam. 

Tetapi ia mengaku mengalami kekerasan hanya untuk pertanyaan terkait oknum anggota DPRD tersebut. 

"Ampun komdan, memang sama sekali saya tidak lihat," ucap istri Sahrudin menirukan perkataan suaminya saat itu ke oknum polisi.

Sebelumnya diketahui, Ance Robot seorang anggota DPRD Provinsi Gorontalo ditetapkan tersangka atas kasus judi sabung ayam di Gorontalo Utara. 

Aleg ini diamankan bersama Sahrudin saat itu. Perihal penangkapan anggota DPRD inilah, polisi lalu mengejar pengakuan Sahrudin.

Konfirmasi Kapolres

Saat dihubungi TribunGorontalo.com Sabtu siang (8/7/2023) Kapolres Gorontalo Utara (Gorut) AKBP Andik Gunawan mengakui adanya keluhan medis yang dialami Sahrudin.

Namun, Andik tak menyebutkan penyebab keluhan medis tersebut. Ia hanya mengakui, bahwa keluhan itu dialami saat Sahrudin dimintai keterangan oleh penyelidik. 

Terkait dugaan kekerasan saat prosesi interogasi itupun tidak dijawab secara gamblang oleh Andik. 

Kepala otoritas tertinggi Polres Gorontalo Utara itu hanya meminta agar redaksi Tribun Gorontalo menghubungi Kepala Seksi (Kasi) Humas.

"Kemarin memang ada tersangka yang mengeluh sakit, sehingga diantar oleh penyidik ke RS," tulis Andik melalui pesan Whatsapp kepada Tribun Gorontalo, Jumat (7/7/2023) malam hari.

Dirinya pun mempersilahkan kepada yang bersangkutan untuk membuat pengaduan, jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai prosedur.

"Nanti penyelidikan akan menerangkan apakah benar atau tidak pengaduan tersebut," tandasnya. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved