Piala Dunia 2022

Cerita Sukses Argentina dan Messi di Piala Dunia 2022: Simfoni Pamungkas sang Maestro

Tatkala dua tim dipanggil dan diperkenankan oleh sang takdir, harapan dan kebahagiaan mengiringi langkah-langkah mereka menyusuri jalan menuju final.

Editor: Lodie Tombeg
AFP/FRANCK FIFE
Pemain depan Argentina Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia selama upacara trofi Piala Dunia Qatar 2022 setelah pertandingan final sepak bola antara Argentina dan Prancis di Stadion Lusail di Lusail, utara Doha. Minggu (18 Desember 2022). Argentina menang dalam adu penalti dengan Prancis. 

Oleh Willy Kumurur, penikmat bola
 
TRIBUNGORONTALO.COM - Tatkala dua tim dipanggil dan diperkenankan oleh sang takdir, harapan dan kebahagiaan mengiringi langkah-langkah mereka menyusuri jalan menuju final, meninggalkan tiga puluh tim lainnya yang telah berguguran.

Argentina dan Prancis menyadari bahwa kegembiraan mereka dilukis di atas kanvas kekecewaan dan kepedihan Kroasia, Maroko beserta para fansnya.

La Albiceleste menggapai puncak melintasi genangan air mata Luca Modric, dan kaki-kaki pemain Les Bleus melangkah ke final dibasuh oleh linangan air mata Achraf Hakimi.

Maka benarlah adagium bahwa sepakbola tak hanya mempresentasikan sukacita, sepakbola juga menghadirkan duka nestapa.
 
Setelah kegagalan di final Piala Dunia 2014, di panggung internasional bersama Argentina, Messi tampil mengecewakan.

Dia bahkan pensiun dari tim nasional setelah kekalahan di Copa America 2016, dan kembali bermain hanya untuk mengalami hal yang lebih buruk di Piala Dunia 2018.
 
Beberapa tahun terakhir ini adalah tahun-tahun kariernya yang suram di klub. Perpisahannya yang penuh linangan air mata dengan Barcelona yang sedang dilanda krisis finansial, dan kepindahannya ke Paris Saint-Germain (PSG) yang membuatnya kurang bahagia, adalah nuansa-nuansa hidup yang ia lakoni. Lalu, ia melanjutkan perjalanan kariernya di Qatar.

Empat minggu lalu, Argentina berada di puncak bencana Piala Dunia setelah dipermalukan Arab Saudi. Dan saat melawan Meksiko, sudah satu jam belum ada gol.

Tapi setelah itu Messi tampil ke permukaan dan membuat perbedaan. Berturut-turut ia memperlihatkan sihirnya ketika berhadapan dengan Polandia, Australia, Belanda dan Kroasia.
 
Dan ketika ia berada di babak final yang menentukan, hanya ada dua kemungkinan: Stadion Lusail Iconic adalah kancah pertunjukan akhir yang membahagiakan, atau suatu tempat yang menjadi lembah air mata baginya.
 
Di antara dua kemungkinan itulah muncul filsuf eksistensialisme Prancis, Jean-Paul Sartre, dengan perkataannya yang menyengat, “Dalam sepak bola, semuanya menjadi rumit dengan kehadiran tim lawan."

Lawan Messi dan Argentina adalah sebelas pemain Prancis yang mengadang di depan untuk memblokir dan memperebutkan bola, di antaranya rekan klubnya di PSG, Kylian Mbappe.

Karena itulah, naskah permainan Argentina akan berbeda karena berisi narasi yang bertentangan dengan kehendak hati. Namun Lionel Scaloni, pelatih Argentina, yakin bahwa terkadang kehadiran tim lawan bisa tidak dianggap apa-apa.

Dalam momen-momen yang rumit tapi luhur seperti final, Messi yang diberkahi oleh kejeniusan, keterampilan, dan visi seorang pemain hebat, dapat menjadikan sepak bola transenden secara estetis dan benar-benar menjadi perwujudan dari deskripsi yang sudah lama tentangnya sebagai maestro permainan yang indah.
 
Filsul Sartre ternyata benar. Bola menjadi rumit bagi Messi karena kehadiran Prancis. Saat laga sedang berlangsung, jutaan rakyat Argentina berharap agar La Albiceleste memenangkan pertempuran, karena kemenangan itu adalah oase di tengah gurun penderitaan rakyat Argentina yang sedang menderita di bawah pemerintahan Alberto Fernández.

Lebih dari 36 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, jutaan rakyat Argentina bertahan hidup hanya berkat dapur umum dan bantuan sosial negara.

"Kami dilahirkan untuk menderita," ujar dinamo lini tengah Argentina, Rodrigo De Paul, usai laga final sebagaimana diberitakan oleh Buenos Aires Times.

Hasilnya adalah Lusail Iconic Stadium adalah pentas pertunjukan penutup yang menggelegar, lembah sukacita bagi Messi dan Argentina.

Kemenangan yang tidak mudah. Di final, ia memimpin orkestra, menghadirkan simfoni yang indah.
 
Sementara itu, koran Prancis, Le Monde, memberitakan tentang lava berwarna biru dan putih yang mengalir melalui jalan-jalan di Buenos Aires, ibukota Argentina.

Ratusan ribu pendukung dari segala usia mengenakan jersey tim nasional Argentina berada dalam euforia setelah kemenangan tim tango di final kemarin malam.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved