Potensi Gurita di Torosiaje-Gorontalo Menjanjikan, Capai Rp 1 Miliar per Tahun 2022

Sejak 2010 hingga 2021 data produksi perikanan gurita di Indonesia memang menunjukan angka yang naik turun. 

TribunGorontalo.com/doc JAPESDA
Walaupun perikanan gurita di Torosiaje cukup tinggi, bukan berarti tanpa tantangan. Dari sisi regulasi, pengelolaan gurita di Torosiaje masih lemah. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Sepanjang 2022, data pendapatan gurita di kawasan Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo tercatat mencapai Rp 1 miliar. 

Lebih tepatnya kata Direktur Jaring Advokasi Sumber Daya Alam (JAPESDA), Nurain Lapolo, pendapatan gurita di kawasan Torosiaje mencapai Rp 1.036.863.700. Karena itu, JAPESDA menganggap potensi perikanan gurita di Desa Torosiaje memang cukup menjanjikan.

Sebelumnya pada tahun 2021, pendapatan gurita ditaksir mencapai Rp 563 juta. Baru pada 2022 angka itu melonjak dua kali lipat. 

"Kita melihat gurita ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ini salah satu komoditi yang menjadi tujuan ekspor dan ini penting kita lihat sebagai salah satu untuk meningkatkan mata pencaharian yang ada di wilayah Torosiaje," kata Direktur JAPESDA Nurain Lapolo.

Sejak 2010 hingga 2021 data produksi perikanan gurita di Indonesia memang menunjukan angka yang naik turun. 

Namun Nur Ain menerangkan bahwa pada periode 2021 produksi gurita berada di titik terendah. Menurunnya harga gurita yang turun diakibatkan pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia. 

Walaupun perikanan gurita di Torosiaje cukup tinggi, bukan berarti tanpa tantangan. Dari sisi regulasi, pengelolaan gurita di Torosiaje menurutnya masih lemah. 

Apalagi adanya praktik nakal nelayan dengan destructive fishing yang dapat memperburuk ekosistem yang ada di laut.

"Belum ada peraturan penangkapan gurita yang berkelanjutan. Contoh, sebelumnya di desa belum ada peraturan desa yang mengatur bagaimana masyarakat mengatur secara partisipatif dengan potensi yang ada," kata Nur Ain baru-baru ini kepada TribunGorontalo.com. 

Menurutnya, praktik destructive fishing akan mengancam keanekaragaman hayati di wilayah laut dan pesisir. Tentunya ini akan merugikan masyarakat Desa Torosiaje yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan tangkap.

"Dulu mungkin masih banyak yang melihat hiu atau penyu maupun spesies endemik yang lainnya. Namun saat ini sudah susah ditemui di perairan Torosiaje," kata Nur Ain.

Karena itu, demi praktik pengelolaan berkelanjutan Gurita, JAPESDA bersama masyarakat menyepakati untuk menutup sementara wilayah tangkap gurita di kawasan Torosiaje. 

Penutupan sementara wilayah tangkap gurita nelayan tradisional di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, resmi dimulai pada tanggal 8 Oktober 2022. 

Peresmian penutupan itu dilaksanakan tepat pada perayaan Hari Gurita Internasional. Namun, untuk memulai penutupan sementara selama tiga bulan lamanya itu, dilakukan ritual adat yang sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Suku Bajo di Torosiaje. 

Tradisi adat berupa ritual tersebut bertujuan untuk memanjatkan doa keselamatan dan rezeki, serta dilakukan untuk menghormati tuan tanah atau penghuni laut dan darat.

“Ritual ini semacam meminta izin untuk melakukan kegiatan, supaya apa yang kita lakukan tidak akan terjadi sesuatu yang buruk,” kata Siding Salihin, pemangku adat Suku Bajo Torosiaje.

Setelah ritual adat selesai sekitar 50 warga berbondong-bondong memasang tanda larangan di dua lokasi tangkap gurita, yaitu; pulau Torosiaje Besar dan Torosiaje Kecil.

Pada penutupan lokasi tangkap gurita ini, nelayan Torosiaje menutup sekitar 281 hektar perairan di dua pulau Torosiaje.

Menurutnya penutupan lokasi tangkap dilakukan selama 3 bulan lamanya dan dibuka pada awal Januari tahun depan. Selama itu nelayan Desa Torosiaje maupun nelayan luar desa tidak dapat melakukan aktivitas penangkapan gurita hanya di lokasi yang ditutup sementara.

"Jadi selama penutupan kita tidak lagi menangkap gurita di lokasi ini. Dan ia berlaku untuk semua nelayan dalam dan luar desa. Kami juga sudah mensosialisasikan penutupan di desa-desa tetangga," kata Daeng, sapaan akrabnya. 

Ia berharap besar dengan adanya penutupan sementara lokasi tangkap gurita yang dilakukan perdana di Desa Torosiaje ini dapat berdampak positif bagi semua nelayan yang aktif menangkap gurita.

"Semoga pendapatan nelayan semakin meningkat dari pada sebelum ditutup, karena memang lokasi itu sudah susah mendapatkan gurita besar," ucapnya.

Kepala Desa Torosiaje, Uten Saerullah yang turut membantu kelompok nelayan pada penutupan lokasi, mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi awal yang baik di desanya. 

Dia mengaku sangat mendukung apa yang dilakukan kelompok Nelayan Sipakullong yang bekerjasama dengan JAPESDA. 

Keseriusan itu juga ditunjukan oleh pemerintah desa dengan membuat Rancangan Peraturan Desa (Perdes) mengenai pengelolaan perikanan gurita di Desa Torosiaje.

“Kemarin kami sudah menyusun Ranperdes (Rancangan Peraturan Desa) dan kini sudah selesai,” kata Uten.

Pada rancangan peraturan desa itu diberlakukan sanksi kepada nelayan yang melanggar penutupan sementara, yaitu teguran pertama, teguran kedua, penarikan hasil tangkapan beserta alat tangkap dan sanksi berupa denda. 

Uten mengatakan pemberlakuan sanksi itu merupakan kesepakatan bersama yang disepakati warga Desa Torosiaje.

Ia menuturkan jika penutupan yang dilakukan berdampak positif, maka penutupan akan diberlakukan lagi. Tentunya dukungan itu untuk memberikan kesejahteraan kepada nelayan gurita di desanya.

“Ya, kami akan menutup kembali, namun di lokasi yang berbeda. karena memang sudah ada lokasi lain yang kami survei bersama kelompok dan pendamping JAPESDA,” katanya.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved