Sembilan Ormas Dukung Haris Azhar-Fatia, Lawan Kriminalisasi Luhut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dilawan sembilan organisasi masyarakat sipil.
TRIBUNGORONTALO.COM, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan disoroti sembilan organisasi masyarakat sipil.
Mereka menyatakan akan melawan kriminalisasi atas koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti, dan Direktur Lokataru, Haris Azhar.
Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, buntut dari diskusi hasil riset yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
Riset itu terbit pada Agustus 2021 dan merupakan hasil kerja sembilan organisasi itu yang terdiri dari YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, Jatam, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.
Dalam diskusi tentang hasil riset itu yang diunggah ke kanal YouTube milik Haris, Luhut disebut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
"Secara legal standing, baik personal Fatia-Haris, maupun legal standing kelembagaan, ini legal standing kami sebagai lembaga diakui dan dihormati oleh konstitusi," kata Muhammad Isnur, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam jumpa pers kesembilan organisasi itu, Rabu (23/3/2022).
"Sembilan lembaga ini bersikap tegas melawan segala bentuk kriminalisasi terhadap kerja-kerja kemanusiaan," tambahnya.
Isnur melanjutkan, kriminalisasi Luhut atas Fatia dan Haris bukan hanya kriminalisasi atas 2 orang tersebut, melainkan juga atas kerja-kerja profesional lembaga-lembaga swadaya melalui riset tersebut.
Riset tersebut berisi analisis pengerahan kekuatan militer Indonesia secara ilegal di kawasan Pegunungan Tengah Papua yang telah memicu eskalasi konflik bersenjata antara TNI-Polri dan kubu pro-kemerdekaan Papua serta kekerasan dan teror terhadap masyarakat.
Laporan ini juga mengungkapkan hasil analisis spasial, bagaimana letak pos militer dan kepolisian berada di sekitar konsesi tambang yang teridentifikasi terhubung baik langsung maupun tidak dengan para jenderal, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan.
"Di situ sebetulnya kami berusaha membongkar praktik-praktik tambang emas di Papua yang berdampak pada pelanggaran HAM di Papua, khususnya Intan Jaya," ungkap Fatia dalam jumpa pers, Rabu (23/3/2022).
"Kita dapat melihat dari peta, pos-pos militer yang ada di beberapa kabupaten di Papua, khususnya di Intan Jaya, pos-pos militer tersebut sangat dekat dengan lokasi-lokasi yang akan dijadikan tambang emas di Intan Jaya," jelasnya.
Daerah-daerah konsesi tambang itu juga disebut berdampak pada pemukiman-pemukiman warga yang akhirnya mesti mengungsi secara terpaksa.
Beberapa fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, hingga posyandu di kabupaten-kabupaten yang diteliti itu sebagian digunakan untuk markas tentara.
"Ada pertumbuhan koramil, ada pertumbuhan pos militer, dropping (pasukan). Di tempat yang sama, kami cek berkas perusahaan itu, akta-aktanya melibatkan purnawirawan. Bahkan ada jenderal yang masih aktif," tambah Isnur.
"Dan ketika ditelusuri lebih lanjut akta-akta perusahaan ini, terungkap nama-nama jenderal itu, termasuk terungkap nama Luhut Binsar Pandjaitan, di blok yang kemudian memang korelasinya sangat kuat di mana dia tercantum dalam akta-akta itu," jelasnya.
Fatia menegaskan, nama Luhut jadi terseret karena yang bersangkutan adalah pejabat publik, bukan dalam rangka menghancurkan nama baik.
"Yang disampaikan di podcast tidak bisa dilepaskan dari hasil riset, yang mana hasil riset itu valid dan sah, karena sumbernya juga didapat secara legal dan dari sumber-sumber resmi. Pada akhirnya yang namanya riset tidak bisa dikriminalkan," ungkap Fatia.
"Tidak bisa serta-merta dikatakan riset ini 'gadungan' karena sudah beberapa kali melewati peer-review bersama organisasi-organisasi yang tentunya memiliki badan hukum dan secara resmi berdiri di Indonesia, dilindungi dan dihormati melalui undang-undang," tambahnya.
Luhut dilaporkan balik Koalisi Bersihkan Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil balik melaporkan Luhut ke Polda Metro Jaya, Rabu, atas dugaan tindak pidana gratifikasi.
Haris Azhar terpantau turut mendampingi para pelapor dan tiba di SPKT Polda Metro Jaya menjelang petang.
Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy menyebut bahwa pihaknya bukan hanya melaporkan Luhut seorang, melainkan juga sejumlah korporasi tambang asal Australia.
"Untuk bukti, kami sudah memiliki berbagai bukti dan berbagai dokumen yang kemudian menjadi bahan atau dasar laporan kami," ujar Andi. Namun, laporan ini disebut ditolak kepolisian.
Kepada wartawan, Kepala Advokasi dan pengacara LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan bahwa laporan yang hendak dilayangkan pihaknya ditolak oleh kepolisian.
"Setelah berdebat selama beberapa jam akhirnya pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya memutuskan untuk menolak laporan kami," ujar Nelson.
Nelson berujar bahwa kepolisian tidak memberikan alasan yang pasti perihal penolakan laporan tersebut. "Alasannya tidak jelas. Kita sudah berdebat tadi soal KUHAP tentang hak menyatakan untuk membuat laporan pidana," kata Nelson.
Haris Azhar lengkapi bukti Haris bukan hanya mendampingi koleganya melaporkan balik Luhut, namun juga menyerahkan tambahan alat bukti guna membuktikan pernyataan yang pernah ia lontarkan bersama Fatia soal keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan di Intan Jaya.
"Sesuai janji kami kepada penyidik untuk memberikan bukti-bukti (tambahan). Kami ada sekitar 15 atau 20 list bukti yang kami berikan, dan ini tidak berhenti di sini masih bisa kami sampaikan berikutnya," ujar pengacara Haris, Nurkholis, kepada wartawan, Rabu.
Dengan adanya sejumlah alat bukti tambahan tersebut, Nurkholis berharap penyidik akan memeriksa ulang sejumlah saksi ahli dalam kasus pencemaran nama baik Luhut.
"Kami meminta kepada kepolisian berdasarkan bukti bukti baru ini untuk kembali memeriksa ahli, baik ahli bahasa atau ahli lainnya yang selama ini sudah diminta pendapatnya oleh kepolisian untuk menilai kembali berdasarkan bukti-bukti dari kami sebagai tersangka, jadi tidak sepihak hanya melakukan penilaian dari pihak pelapor," sambungnya.
Awal perkara Perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. Video itu berjudul
"Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam". Dalam video tersebut keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.
Terkait tudingan ini, Luhut telah membantahnya. Luhut dan tim pengacaranya sudah 3 kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.
Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf dari keduanya. Namun demikian, permintaan itu tak dipenuhi hingga akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke polisi.
Polisi juga sudah menggelar upaya mediasi namun ketiganya tak kunjung bertemu.
Sehingga akhirnya polisi menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan tak lama kemudian menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik.
Bantah politis Polda Metro Jaya membantah ada unsur politis dalam penetapan tersangka Haris dan Fatia.
"Penyidik ini bekerja berdasarkan fakta hukum," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Senin (21/3/2022). "Kami tidak pernah melihat faktor lain terutama apa yang mereka sampaikan, politis dan sebagainya," sambung Zulpan.
Menurut Zulpan, penyidik bekerja berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari hasil penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, penyidik tidak tergesa-gesa dalam menetapkan status tersangka terhadap kedua terlapor.
"Kalau dilihat penerapan tersangka tidak tergesa-gesa. Waktu penetapan tersangka ini hampir lima bulan. Jadi cukup lama penyidik mempelajari kasus ini," ungkap Zulpan.
Sementara itu, Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, menanggapi tudingan yang menyebut laporan oleh kliennya merupakan bentuk kriminalisasi.
Menurut Juniver, tidak ada upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Luhut. Sebab, laporan yang dilayangkan Luhut dan penyelidikan oleh kepolisian sudah sesuai prosedur.
"Jadi kalau dikatakan kriminalisasi, itu hanya merupakan pembelaan diri dan pembentukan opini saja," ujar Juniver dalam keterangannya, Selasa (22/3/2022). Juniver mengatakan, pihaknya sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk memidanakan Haris dan Fatia terkait pencemaran nama baik.
Untuk itu, Juniver berpandangan bahwa Haris dan Fatia seharusnya fokus mempersiapkan diri menghadapi persidangan, termasuk membuktikan tudingan kriminalisasi yang dituduhkan kepada Luhut.
"Kalau dikatakan kriminalisasi, ini nanti bisa dibuktikan pada saat proses di pengadilan. Di proses pengadilanlah nanti terlihat dasar kami membuat laporan itu alat buktinya apa," kata Juniver.
"Kemudian pernyataan dari Haris Azhar dan Fatia itu yang menurut kami fitnah, pencemaran nama baik, dan berita bohong, faktanya apa. Nah di sanalah nanti kita lihat di pengadilan, diputusnya bagaimana," sambungnya.
Demokrat Sebut Pejabat Publik Mesti Siap Dikritik
Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, partainya tak akan tinggal diam menyuarakan budaya demokrasi dan siap menerima kritik.
Hal ini dikatakan menyikapi kasus yang melibatkan Koordinator Kontras Fathia Maulidiayati dan mantan Koordinator Kontras Haris Azhar terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut dia, kasus Haris-Fathia dan Luhut mengindikasikan situasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
"Demokrat akan terus bersuara di parlemen, di ruang publik, untuk mengedukasi dan memberikan pemahaman ke publik, kalau situasi Indonesia ini sedang tidak baik-baik saja, dan kita harus berbuat sesuatu. Bukan diam saja," kata Herzaky dalam keterangannya, Rabu (23/3/2022).
Herzaky menyinggung Luhut yang semestinya mau menerima kritik atau perbedaan pendapat. Hal itu menurutnya wajar karena Indonesia adalah negara demokrasi.
"Jangan alergi kritik. Buka ruang untuk berdialektika, berbeda pendapat, selama berdasarkan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan, alias jelas sumber dan metodologinya," jelasnya.
Dia pun menekankan bahwa dalam negara demokrasi, pejabat publik mesti siap dikritik. Perbedaan pendapat itu dinilai akan membuat pembicaraan di ruang publik semakin berkualitas.
"Jadi, pembicaraan di ruang publik kita akan semakin berkualitas. Namanya negara demokrasi, pejabat publik mesti siap dikritik," tuturnya.
Tambang di Papua Dia pun menilai pemaparan fakta yang diungkap Haris-Fathia adalah hasil riset.
Namun, fakta itu justru membuat Haris-Fathia ditetapkan tersangka atas laporan Luhut. Menurut Herzaky, Luhut semestinya menghadapi hal itu dengan memaparkan hasil riset pembanding.
"Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan seharusnya dihadapi dengan adu argumentasi," imbuh dia.
"Sangat disayangkan jika perdebatan akademis berujung pada pelaporan ke polisi dan kini berujung ke penetapan tersangka, seperti yang dialami Haris Azhar dan Fatia," sambungnya.
Berkaca kasus tersebut, Herzaky khawatir Indonesia lambat laun menjadi negara otoriter dengan label-label yang seakan masih demokratis.
"Padahal pada praktiknya bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi," kata dia. Sebelumnya, aktivis Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membenarkan penetapan tersangka kasus pencemaran nama baik luhut tersebut. "Iya keduanya (Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti) sudah jadi tersangka," kata Zulpan saat dikonfirmasi, Sabtu (19/3/2022). (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Serangan Balik 9 Ormas terhadap Luhut Setelah Haris Azhar-Fatia Jadi Tersangka..."
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/240322-Luhut.jpg)