Sains dan Teknologi

ChatGPT Bisa Saingi Dokter? Sam Altman Ungkap Fakta Mengejutkan

Editor: Wawan Akuba
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO STOK -- Sam Altman, CEO OpenAI mengakui jika banyak pekerjaan bakal terhapus gara-gara AI.

TRIBUNGORONTALO.COM — Teknologi kecerdasan buatan (AI) terus berkembang pesat, bahkan hingga menyaingi keahlian manusia di bidang kesehatan.

CEO OpenAI, Sam Altman, baru-baru ini mengungkapkan bahwa kemampuan ChatGPT sudah bisa menyaingi bahkan melampaui dokter dalam hal mendiagnosis penyakit.

Hal ini disampaikan Altman saat berbicara di konferensi Capital Framework for Large Banks yang diselenggarakan oleh Federal Reserve Board of Governors di Washington DC.

Dalam kesempatan tersebut, Altman menyoroti bagaimana AI generatif akan berdampak besar pada banyak sektor, termasuk dunia medis.

Baca juga: Apple Kembalikan Fitur Ringkasan Berita Bertenaga AI di iOS 26, Ada Perbaikan?  

“ChatGPT saat ini, dalam banyak kasus, bisa memberikan diagnosis yang lebih baik daripada kebanyakan dokter di dunia,” ujar Altman.

Meski terdengar menakutkan bagi profesi medis, Altman justru menegaskan bahwa peran dokter manusia tetap tidak bisa sepenuhnya digantikan AI.

Ia mengaku pribadi tidak akan mau mempercayakan kesehatan sepenuhnya hanya kepada mesin, tanpa keterlibatan tenaga medis sungguhan.

“Mungkin saya terdengar kuno, tapi saya benar-benar tidak ingin menyerahkan nasib kesehatan saya hanya pada ChatGPT tanpa dokter manusia,” tegasnya.

AI Bukan Sekadar Chatbot

Altman juga menyoroti bahwa kemampuan AI tidak hanya terbatas pada chatbot percakapan sederhana.

Dengan teknologi model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT, AI bisa memproses informasi medis dengan kecepatan dan ketepatan luar biasa.

Namun, Altman tetap mengingatkan bahwa teknologi secanggih apapun tetap membutuhkan pengawasan manusia, terutama untuk sektor krusial seperti kesehatan.

Altman sebelumnya juga memperingatkan bahwa teknologi AI generatif berpotensi menghapus banyak jenis pekerjaan lainnya. 

Bidang layanan pelanggan disebutnya sebagai contoh nyata yang paling duluan tergerus oleh kehadiran agen AI.

Meskipun begitu, contoh nyata di lapangan menunjukkan AI belum sepenuhnya bisa berdiri sendiri.

Klarna, perusahaan layanan keuangan digital asal Swedia, sempat memanfaatkan chatbot untuk menangani sebagian besar layanan pelanggan mereka.

Namun belakangan, Klarna kembali mempekerjakan staf manusia karena kualitas layanan chatbot dinilai masih kalah dengan sentuhan manusia.

Risiko Lain di Balik AI

Altman, yang memimpin salah satu perusahaan AI terbesar di dunia, juga tidak menutup mata pada potensi risiko teknologi ini.

Ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan penyalahgunaan AI untuk tujuan kriminal, mulai dari serangan siber pada sistem keuangan hingga penipuan dengan suara palsu (voice cloning).

“Teknologi kloning suara sekarang sudah sangat mirip dengan suara manusia asli. Kalau disalahgunakan, ini bisa memicu penipuan identitas yang makin masif,” kata Altman.

(*)