TRIBUNGORONTALO.COM -- Gempa bumi dengan magnitudo 3.1 terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Sabtu (15/3/2025) pukul 15.17 WITA.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada pada koordinat 8,82° LS dan 124,44° BT dengan kedalaman 70 kilometer.
Gempa tersebut berlokasi di perairan selatan Kabupaten Alor, sekitar 50 km dari pesisir terdekat.
Dengan magnitudo 3.1 dan kedalaman menengah 70 km, gempa ini termasuk dalam kategori lemah dan umumnya tidak menimbulkan kerusakan.
BMKG menjelaskan bahwa gempa dengan kedalaman menengah seperti ini biasanya terjadi akibat aktivitas subduksi lempeng di zona pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Getaran gempa tidak dirasakan, sehingga tidak ada laporan kerusakan atau kepanikan warga.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpancing informasi yang belum terverifikasi. Hingga saat ini, tidak ada laporan gempa susulan atau potensi tsunami akibat peristiwa tersebut.
Skala intensitas Modified Mercalli (MMI) digunakan untuk mengukur dampak gempa terhadap manusia dan bangunan.
Pada Level I, gempa sangat lemah dan hanya terdeteksi oleh seismograf tanpa dirasakan manusia.
Level II dirasakan oleh sedikit orang dalam kondisi tenang, dengan benda-benda ringan yang tergantung bisa sedikit bergoyang.
Pada Level III, getaran mulai terasa di dalam rumah seperti getaran truk besar yang lewat, membuat jendela dan pintu sedikit bergetar tanpa menyebabkan kerusakan.
Memasuki Level IV, lebih banyak orang merasakan gempa, terutama di dalam bangunan, sementara benda kecil di meja dapat bergeser dan dinding mungkin berbunyi.
Level V membuat hampir semua orang menyadari gempa, beberapa kehilangan keseimbangan, barang-barang bisa jatuh dari rak, serta kaca atau jendela bisa retak, meski tanpa kerusakan struktural.
Level VI menyebabkan banyak orang berlarian ke luar, perabotan besar bergeser, dan beberapa bangunan mengalami retakan ringan.
Pada Level VII, gempa cukup kuat hingga membuat orang sulit berdiri, menyebabkan dinding retak dan bangunan yang tidak tahan gempa mengalami kerusakan.
Level VIII menimbulkan kehancuran lebih signifikan, dengan dinding runtuh dan tanah mulai bergeser.
Level IX membuat banyak bangunan, bahkan yang berfondasi kuat, mengalami kehancuran, sementara tanah bisa mengalami retakan dan jalanan rusak.
Dampak semakin parah pada Level X, di mana hampir semua bangunan hancur, rel kereta melengkung, dan jembatan mengalami kerusakan serius.
Level XI menyebabkan tanah seperti bergerak cair, banyak longsor terjadi, dan hampir tidak ada bangunan yang bertahan.
Pada Level XII, dampaknya bersifat apokaliptik, dengan perubahan besar pada permukaan bumi, pergeseran tanah masif, dan kemungkinan tsunami jika terjadi di laut.(*)