TRIBUNGORONTALO.COM -- Pemerintah Amerika Serikat memberikan tenggang waktu satu tahun kepada DJI, produsen drone asal Tiongkok, untuk membuktikan bahwa produknya tidak membahayakan keamanan nasional AS.
Keputusan ini tercantum dalam rancangan anggaran belanja pertahanan (National Defense Authorization Act/NDAA) yang baru dirilis, seperti dilaporkan The Verge.
Sebelumnya, DJI dan pesaingnya, Autel, diperkirakan akan dilarang pada akhir 2024 berdasarkan ketentuan Countering CCP Drones Act.
Namun, rancangan undang-undang ini memberi DJI kesempatan hingga akhir 2025 untuk meyakinkan lembaga keamanan nasional yang relevan bahwa produknya aman.
Jika gagal, Federal Communications Commission (FCC) akan memiliki kewenangan untuk memasukkan produk DJI ke dalam daftar larangannya pada 2026.
Hal ini akan melarang para pengecer mengimpor drone DJI, serta mencegah produk seperti Osmo Pocket 3 terhubung ke jaringan AS. Selain itu, radio internal DJI akan kehilangan otorisasinya, yang secara teknis juga melarang penggunaan produk DJI yang telah dimiliki konsumen. Meski demikian, pemerintah AS tidak mungkin secara aktif menghentikan penggunaan drone yang sudah dibeli.
Dalam tanggapan resminya melalui blog Viewpoints, DJI menyambut baik keputusan untuk tidak memasukkan larangan ke dalam anggaran tahun ini.
Namun, mereka mengkritik undang-undang tersebut karena hanya menargetkan drone buatan Tiongkok tanpa menunjuk lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan studi keamanan yang diminta.
DJI mengkhawatirkan bahwa ketidakjelasan ini dapat merugikan mereka hanya karena tidak ada lembaga yang bersedia melakukan penelitian terhadap produk mereka.
DJI masih bertahan berkat dukungan dari komunitas penggemar drone, pembuat konten, serta organisasi penegak hukum dan penyelamat.
“Jika undang-undang seperti ini sepenuhnya berlaku dan melarang penggunaan drone buatan Tiongkok untuk keselamatan publik, itu akan menjadi bencana bagi industri drone keselamatan publik,” kata Brendan Karr, juru bicara Asosiasi Drone Penegak Hukum.
Namun, sebagian anggota parlemen AS tetap memandang DJI sebagai ancaman.
“Drone DJI menghadirkan ancaman keamanan nasional seperti TikTok, tetapi dengan sayap,” ujar Perwakilan Republik Elise Stefanik.
Perwakilan Demokrat Raja Krishnamoorthi menambahkan bahwa “Drone buatan Tiongkok ini memungkinkan Partai Komunis Tiongkok (CCP) mengakses data secara diam-diam dan pada akhirnya memata-matai rakyat Amerika.”
Debat seputar masa depan DJI di AS terus berlanjut, dengan banyak pihak mempertanyakan apakah langkah-langkah ini benar-benar melindungi keamanan nasional atau justru merugikan perkembangan teknologi drone dan layanan publik yang mengandalkannya.(*)