Berita Viral

Guru Honorer di Konawe Selatan, Sultra Ditahan Kepolisian Karena Dituduh Aniaya Anak Polisi

Hanya karena dituduh telah menganiaya seorang anak polisi, guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara di tahan. Begini kronologinya

Kolase Tribunnews.com
Supriyani (37), guru honorer SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, saat dimintai keterangan di kejaksaan. Dia dilaporkan memukul murid oleh orang tua siswa hingga ditetapkan tersangka dan ditahan. Ia tidak pernah mengakui adanya pemukulan tersebut. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Hanya karena dituduh telah menganiaya seorang anak polisi, guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara di tahan.

Guru honorer ini sebut saja SU, telah mengabdikan dirinya selama 16 tahun mengajar di salah satu SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dengan status guru honorer.

Kejadian ini telah viral di media sosial dan sudah berapa kali warganet memposting kembali kejadian ini sebagai upaya untuk memberikan keadilan bagi sang guru.

Warganet merasa iba dengan hukuman yang harus diterima sang guru karena diduga telah melakukan penganiayaan terhadap muridnya.

Guru honorer di salah satu SD itupun ditahan oleh kepolisian setempat.

Supriyani atau SU (37) ditahan usai dituduh menganiaya siswa yang merupakan anak polisi.

Sementara, sang ayah dari anak tersebut merupakan personel Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra berpangkat Aipda berinisial WH.

Dikutip dari Tribun Sultra, berdasarkan keterangan dari Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, kasus ini berawal ketika ibu korban berinisial N melihat luka di paha bagian belakang korban pada 25 April 2024 lalu.

Ketika ditanya sang ibu, terduga korban mengaku luka tersebut akibat terjatuh dengan Aipda WH di sawah.

Kemudian, keesokan harinya, N menanyakan kepada Aipda WH terkait luka di tubuh anaknya ketika akan dimandikan.

Lantas, Aipda WH pun kaget dan langsung bertanya ke korban terkait luka yang dimaksud N.

Selanjutnya, terduga korban mengaku telah dipukul SU di sekolah pada 24 April 2024.

Aipda WH dan N pun lantas mengonfirmasi kepada saksi yang disebut anaknya melihat kejadian dugaan penganiayaan oleh SU.

Ada dua saksi yang ditanya oleh Aipda WH dan N yaitu berinisial I dan A dimana mereka mengaku melihat korban dipukul oleh SU menggunakan gagang sapu ijuk di dalam kelas.

Tak berpikir lama, Aipda WH dan N langsung melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polsek Baito.

Selanjutnya, SU pun langsung dipanggil ke Polsek Baito untuk dikonfirmasi terkait dugaan penganiayaan kepada anak Aipda WH.

Saat dikonfirmasi, terduga pelaku pun tidak mengakuinya.

“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata AKBP Febry Sam.

Terduga Pelaku Disarankan Minta Maaf

Febry menuturkan sejumlah upaya mediasi dilakukan agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan.

Namun, upaya tersebut tidak kunjung menemukan titik temu karena terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya.

Lantas, Febry mengungkapkan Kanit Reskrim Polsek Baito, Bripka Jefri memberikan masukan melalui kepala sekolah tempat terduga pelaku mengajar.

Adapun masukannya adalah agar SU mengakui perbuatannya yaitu telah melakukan pemukulan terhadap anak Aipda WH dan N, lalu meminta maaf.

Saran Bripka Jefri ini, kata Febry, langsung dilakukan oleh kepala sekolah dan mengajak SU dan suaminya untuk datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf.

Namun, ternyata ibu korban belum bisa memaafkan.

Setelah itu, keluarga terduga pelaku bersama dengan Kepala Desa Wonua Raya juga sempat datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya.

Pada pertemuan itu, disebutkan pihak korban sudah memaafkan dan tinggal menunggu kesepakatan damai.

Hanya saja, proses damai itu berujung gagal buntut keluarga korban mendengar kabar bahwa terduga pelaku tidak ikhlas saat minta maaf.

“Sehingga orang tua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara tersebut ke jalur hukum,” tulis keterangan polisi.

SU Berujung Ditahan 

Berdasarkan berkas dari Polsek Baito yang dilihat Tribun Sultra, kasus ini pun lantas naik sidik pada 22 Mei 2024 setelah adanya laporan dari keluarga korban pada 26 April 2024 ke Polsek Baito dengan nomor laporan LP/03/IV/2024/Polsek Baito/Polres Konsel/Polda Sultra.

Setelah itu pada 7 Juni 2024, kasus ini pun telah naik ke penyidikan lewat terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Kemudian, pada 3 Juli 2024, polisi melakukan gelar perkara dan menetapkan SU sebagai tersangka.

Singkat cerita, pada 29 September 2024, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan dan SU berujung ditahan pada Rabu (16/10/2024).

DPRD Sultra Turun Tangan, Minta Penangguhan Penahanan

Kasus ini pun sampai ke DPRD Sultra dan meminta kepada Kejari Konawe Selatan agar dilakukan penangguhan penahanan terhadap SU.

Hal ini dilakukan setelah Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala bertemu SU yang ditahan di Lapas Perempuan, Kendari pada Senin (21/10/2024) kemarin.

"Kita sudah kroscek tadi, kemungkinan besok kami akan meminta kepada yang berwenang dalam hal ini Kejari Konsel untuk bisa ditangguhkan penahanannya," ungkap Tariala saat dikonfirmasi via telepon.

Dia menuturkan penangguhan penahanan dilakukan karena SU tengah persiapan mengikuti tes program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk rekrutmen PPPK.

"Jadi penangguhan ini supaya dia tidak terganggu mengikuti tes, mungkin proses hukumnya tetap berjalan," ujar Tariala.

"Selain itu penangguhan penahanan ini karena SU punya anak kecil," imbuhnya.

Tariala pun menilai ada yang janggal dalam proses hukum terhadap SU sehingga yang bersangkutan sampai ditahan.

"SU mengaku tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap korban, kemudian korban juga bukan anak perwalian dari SU. Dia ini mengajar di Kelas 1 B sementara korban di Kelas 1 A," ungkap Tariala.

"Jadi seharusnya tidak ditahan karena dia tidak mengakui perbuatannya, hanya dari keterangan korban," lanjutnya.

Selain itu, menurut Tariala, proses hukum di polisi juga harus dikroscek karena sebelum dialihkan ke kejaksaan, bukti yang dipakai dari keterangan dua rekan korban yang masih di bawah umur.

"Kalau kita melihat saksi itu masih anak kecil kan mereka tidak bisa dijadikan saksi keterangannya karena di bawah umur," ungkap Tariala.

Meski begitu, dirinya meyakini aparat penegak hukum bisa adil dalam mengusut kasus ini.

Ditelpon Penyidik Berkali-kali Agar Ngaku Pukul Anak Polisi

Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) menangguhkan penahanan guru SD Supriyani, tersangka penganiayaan murid SD.

Setelah ditahan satu pekan, Supriyani meninggalkan tahanan pada Selasa (22/10/2024).

Usai keluar, guru Supriyani tak kuasa menahan tangis mengenai kasus yang menderanya itu. Supriyani mengaku dipaksa mengakui perbuatannya memukuli anak polisi di Konawe Selatan.

Hal ini disampaikan Supriyani saat ditemui di Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra.

Supriyani dibawa ke LBH HAMI oleh kuasa hukumnya setelah keluar dari Lapas Perempuan Kelas III Kendari.

Tampak Supriyani memakai hijab putih dengan baju bergaris hitam putih.

Supriyani mengaku dirinya beberapa kali ditelepon penyidik Resrim Polsek Baito agar mengakui perbuatannya.

Upaya itu agar Supriyani bisa berdamai dengan keluarga murid tersebut dan proses hukumnya tidak dilanjutkan.

"Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah," ungkapnya.

 Padahal ia sudah mengakui tidak pernah memukuli murid yang juga anak polisi di Polsek Baito tersebut.

 "Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu," katanya.

Ia mengaku sudah bertahun-tahun mengajar di SDN Baito dan baru kali ini mendapat kasus seperti itu.

"Saya sudah 16 tahun honor, baru kali ini dituduh seperti itu," ujarnya.

Dijemput dari tahanan

Tangis Supriyani, guru honorer sekolah dasar (SD) negeri di Kecamatan Baito, Konsel tak terbendung ketika keluar dari tahanan.

Sahutan tangis pun terdengar dari kerabat dan rekan-rekannya begitu sosok guru SD itu melangkah keluar dari pintu tahanan Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Perempuan Kendari, Selasa (22/10/2024) siang.

“Ya Allah, ya Allah, ya Allah,” histeris seorang wanita di balik video viral beredar sembari menembus kerumunan.

Sosok yang mengenakan batik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kemudian terlihat memeluknya sembari menangis.

Guru Supriyani yang berjalan pelan meninggalkan pintu lapas pun tak kuasa menahan tangisnya.

Dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna krem dengan garis lurus warna hitam itu tampak menitikkan air mata.

Diapun mengusap air matanya dengan ujung jilbab warna krem yang dikenakannya.

Sosok pria paruh baya yang memakai batik PGRI pun memegang telapak tangan guru tersebut dan menemaninya berjalan.

“Tadi Supriyani dijemput sekitar pukul 13.00 wita karena berkas-berkasnya baru selesai,” kata Kasubsi Admisi dan Orientasi Lapas Perempuan Kelas III Kendari, Ni Putu Desy.

Supriyani dijemput sang suami, para pengurus PGRI, maupun lembaga bantuan hukum (LBH) yang mendampinginya.

Hadir pula dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, maupun Kejari Konawe Selatan.

Guru Supriyani sudah mendekam dalam tahanan lapas sepekan terakhir ini, sejak 16 Oktober 2024 lalu.

Dia ditahan setelah pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Unit Reskrim Polsek Baito, Polres Konawe Selatan, ke Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel, Provinsi Sultra.

Guru yang sudah mengabdi 16 tahun sebagai honorer tersebut menjadi tersangka, selanjutnya terdakwa dengan tuduhan aniaya murid SD kelas 1 di sekolah dengan sapu ijuk.

Dia dituduh menganiaya murid yang merupakan anak polisi, Aipda HW, atas laporan ibu korban atau istri HW yakni N ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baito, pada Jumat 26 April 2024 lalu.

Sementara, sidang perdana kasus ini dengan terdakwa guru Supriyani dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, pada Kamis (24/10/2024).

Jelang sidang, Majelis Hakim PN Andoolo pun mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Supriyani.

Penangguhan tertuang dalam Penetapan Nomor 110/Pen. Pid.Sus-Han/2024/PN Adl yang ditetapkan di Andoolo, 22 Oktober.

Dengan tertanda hakim ketua Stevie Rosano, dua hakim anggota Vivi Fatmawaty Ali dan Sigit Jati Kusumo, serta pengesahan salinan sesuai aslinya oleh panitera Muhammad Arfan.

Kuasa hukum Supriyani, Andre Dermawan, bersyukur dengan penangguhan penahanan tersebut.

“Kita sudah satu langkah, yaitu permohonan penangguhan,” kata kuasa hukum Supriyani, Andre Dermawan.

“Selanjutnya kita akan menghadapi persidangan mulai hari Kamis,” jelasnya menambahkan.

Ditemui secara terpisah, Ni Putu Desy, menjelaskan, lapas  mengeluarkan Supriyanti berdasarkan surat PN Andoolo setelah  ditahan di Lapas Perempuan Kendari sejak 16 Oktober 2024 lalu.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Guru Honorer di Konawe Selatan Sultra Ditahan usai Dituduh Aniaya Anak Polisi, Begini Kronologinya

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved