Pileg 2024
Sejumlah Mantan Napi Korupsi Bakal Caleg Dapil Kabupaten Gorontalo Memenuhi Syarat DCS
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo menyampaikan sejumlah calon legislatif (caleg) mantan narapidana (napi) korupsi memenuhi syarat DCS
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Limboto – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo mengungkapkan sejumlah bakal calon legislatif (caleg) mantan narapidana (napi) korupsi memenuhi syarat dalam Daftar Calon Sementara (DCS).
"Iya benar dan itu lebih dari satu orang," kata Roy Hamrain, Ketua KPU Kabupaten Gorontalo kepada TribunGorontalo.com, Minggu (22/10/2023).
Roy menuturkan, beberapa nama mantan napi itu sudah dinyatakan bebas dan tidak lagi berurusan dengan hukum.
"Napi ini tidak masuk kategori yang dilarang karena yang diatur itu hanya yang hukumannya di atas lima tahun," ungkapnya.
Bahkan, pada masa tanggapan masyarakat, bacaleg eks napi koruptor itu bebas dari masukan dan tanggapan masyarakat.
Namun, saat ini Roy enggan membeberkan identitas caleg yang dimaksud. Ia berdalih, pihaknya hanya sebatas lembaga penyelenggara.
"Nanti konfirmasi saja ke ketua-ketua parpol," jawabnya.
Sejauh ini, belum ada rilis pemberitaan tentang caleg eks napi koruptor di Kabupaten Gorontalo.
Padahal, itu merupakan syarat bagi bacaleg untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat yang tertuang dalam PKPU No. 31 Tahun 2018.
Sesuai 45A PKPU No. 31 Tahun 2018 ayat 2 C.
"Surat dari pemimpin redaksi media massa lokal atau nasional yang menerangkan bahwa bakal calon telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik sebagai mantan terpidana".
Sampai saat ini TribunGorontalo.com masih menelusuri identitas caleg eks napi koruptor sebelum penetapan DCT pada 3 November 2023.
Baca juga: Prabowo Deklarasi Cawapres Senin Besok, Gibran Diundang, Sudah Minta Izin Jokowi
Bolehkah Napi jadi Caleg?
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif hanya perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan.
"Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana," demikian bunyi Pasal 240 Ayat (2) huruf c UU Pemilu.
Kemudian, eks koruptor yang hendak menjadi peserta Pemilu 2024 bakal diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana melalui media massa.
Dilansir dari Kompas.com, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu pun mengakui belum akan membuat larangan eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai legislator pada pemilu mendatang.
Baca juga: KPU Sosialisasi Pemilu 2024 Lewat Nobar Film Kejar Janji di Ponpes Al-Islam Gorontalo
Mengapa?
Komisioner KPU RI Idham Holik menjelaskan, dalam membuat aturan penyelenggaraan pemilu, pihaknya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Hal itu untuk menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), yakni hak untuk dipilih yang telah diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagaimana pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Lalu, Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengatur hak untuk memilih dan dipilih.
Pasal 43 Ayat (1) UU HAM pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu.
"Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Kemudian, Pasal 73 UU HAM mengatur soal pembatasan dan larangan hak serta kebebasan setiap warga.
Bunyinya: Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.