Di-PTUN-kan Dosen, Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo Jelaskan soal Dana Hibah Proposal
Polemik ini terjadi pasca dibukanya bantuan Litapdimas (Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat) oleh Kementerian Agama.
Penulis: Risman Taharudin | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM,Gorontalo - Polemik Najamuddin Petta Solong Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, Zulkarnain Suleman, terus berlanjut.
Sebelumnya Najamuddin Petta Solong melayangkan aduannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Polemik ini terjadi pasca dibukanya bantuan Litapdimas (Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat) oleh Kementerian Agama.
IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai perguruan tinggi, mendapatkan dana Rp 2.6 miliar melalui Litapdimas, untuk disalurkan ke para dosen yang akan melakukan penelitian.
Namun tidak bisa sembarangan, setiap dosen yang mengajukan, harus lulus seleksi dan mendapatkan Surat Keputusan (SK) penelitian.
Najamuddin Petta Solong sebagai dosen pun mengajukan diri untuk ikut penelitian dan mengakses dana hibah sebesar Rp 120-an juta.
Ia dinyatakan lolos secara online. Namun pada tahapan selanjutnya, menurut Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, Najamuddin justru tak lolos.
Baca juga: Organisasi Lemdehkonsta IAIN Sultan Amai Gorontalo Bentuk Kader Berjiwa Kritis dan Pemberani
Inilah yang kemudian menimbulkan reaksi dari Najamuddin. Dirinya merasa dicurangi oleh rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo dengan cara membatalkan SK penelitiannya.
Ia pun melayangkan gugatan perihal pembatalan SK penelitian itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) beberapa waktu lalu.
Pra gugatan itu per Rabu (24/5/2023) kemarin, telah resmi memiliki kompetensi yang bisa diperiksa di PTUN.
"Gugatan itu sudah di terima di PTUN sebab sudah sesuai dengan formal yuridisnya," tutur Romi Habie, pengacara Najamuddin.
Menurut Romi, ke depan nantinya tugas tergugat dalam hal ini Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, harus menjawab gugatan yang telah dilayangkan.
Sebetulnya kata Romi, gugatan Najamuddin ini dari sisi kuantitas, dikata kecil. Tetapi justru penting untuk menimbulkan efek domino.
Sejauh ini perkembangan gugatan tersebut sudah berlangsung dan sudah lima kali bersidang.
"Saya kira perkembangan kasus ini cukup menggembirakan dengan diterimanya gugatan untuk dilanjutkan di persidangan berikutnya," tuturnya.
Beberapa catatan yang berkembang di dalam perkara ini, terkait ketentuan dalam juknis. Misalnya proposal penelitian harus berbahasa inggris.
Sementara proposal Najamuddin memang tak berbahasa Inggris. Tetapi proposal yang diajukan sebelumnya itu sudah dinyatakan lulus dan SK-nya.
“Hanya saja setelah diterbitkan SK tersebut tiba-tiba dibatalkan oleh Rektor,” kata Najamuddin.
Kendati dalam petunjuk teknis kata dia, proposal penelitian yang tidak memerlukan bahasa Inggris bisa dilakukan pemindahan klaster.
"Kecewanya saya itu, terkesan penelitian ini tebang pilih, karena di SK pertama itu tidak di kroscek lagi nama-nama lain yang menurut saya juga menyalahi beberapa ketentuan," tutur Najamuddin.
Tanggapan Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo
Zulkarnain Sulaeman Rektor IAIN Gorontalo mempersilahkan Najamuddin melayangkan gugatannya ke PTUN. Ia akan menghadapi proses itu sesuai ketentuan hukum.
Sebagai rektor, itu membenarkan jika Najamuddin mengajukan proposal penelitian dengan dana sebesar Rp 120 juta dengan kolaborasi internasional.
Kata dia, Najamuddin memilih anggaran sebesar itu, demi memenuhi syarat menjadi guru besar. Sebab menjadi guru besar syarat besarnya ialah pernah mendapat penelitian Rp 120 juta ke atas.
"Sebelumnya seluruh pendaftar penelitian tersebut secara mendaftarkan secara online dan oleh kementerian meluluskan keseluruhan pendaftar melalui seleksi reviewer," tuturnya.
Tetapi kata dia, reviewer yang ditunjuk tidak hanya dari IAIN Sultan Amai Gorontalo, namun juga dari kampus lain.
Inilah yang menyebabkan, proposal Najamuddin pada tahap pertama lolos, namun pada tahap selanjutnya setelah di-reviews lagi oleh berbagai tim dari luar kampus, dinyatakan tak lolos.
Jadi Zulkarnain menegaskan, jika bukan karena keputusannya proposal Najamuddin tak lolos tahap dua. Keputusan itu berdasarkan reviews dari sejumlah dosen yang ditunjuk.
"Kalimat lolos dan lulus tolong dibedakan, memang secara online lolos akan tetapi diseleksi kembali oleh reviewer itu tidak lulus,” kata Zulkarnain.
Baca juga: Curhat Mahasiswa IAIN Usai Dapat Golden Ticket Audisi Duta Bahasa Provinsi Gorontalo di UT
Menurutnya, karena Najamuddin mengambil penelitian internasional, maka proposalnya harus berbahasa Inggris. Hal itu juga tercantum dalam petunjuk pelaksanaan.
“Di Juklak penelitian itu harus berbahasa asing, di mana caranya membuat penelitian internasional sementara dia (Najamuddin) tidak bisa berbahasa asing, tentu hal ini tidak bisa dipaksakan," tukas Rektor IAIN Gorontalo.
Memang kata Zulkarnain, proposal yang diajukan Najamuddin sudah mendapatkan SK dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), tetapi ketika diperiksa lagi, ada kesalahan kelutusan.
“Karena belakangan ditemukan ternyata ada satu penelitian yang ternyata tidak memenuhi syarat dan ternyata itu ialah milik Najamuddin Petta Solong. Dengan hal itu, maka LP2M IAIN meninjau kembali SK yang sebelumnya telah diterbitkan,” kata Zulkarnain.
Ia pun sebagai rektor telah menyampaikan hal tersebut kepada Najamuddin dengan cara persuasi. Ia memberi pengertian kepada dosennya tersebut.
"Sebelum membatalkan SK Najamuddin itu, kita sudah menyampaikan itu secara persuasif dengan menyampaikan ternyata penelitian yang bersangkutan tidak sesuai Juklak,” katanya.
Akan tetapi, justru keputusan itu tidak diterima oleh Najamuddin, yang pada akhirnya menuding rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo itu melakukan pelanggaran pembatalan SK penelitiannya.
"Walaupun hal ini indikasi negatif, saya akan tutup mata, saya mau hal ini biarlah berjalan secara alami, mau gugat kemanapun silahkan, kita akan punya hak jawab, " tegas Zulkarnain Suleman. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.