Kontroversi JHT
JHT Nanti Diberikan pada Usia 56 Tahun, Ini Pertimbangan Pemerintah
Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan peraturan terkait Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terus menuai kontroversi.
Kemnaker dalam cuitan Twiter @KemnakerRI, menuliskan, program JHT bertujuan agar peserta/pekerja ketika memasuki masa tua masih memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Klaim JHT dapat diambil sebagian untuk persiapan memasuki usia pensiun dengan ketentuan:
1. Telah memenuhi masa kepesertaan minimal 10 tahun.
2. Nilai yang dapat diklaim yaitu sebesar 30 persen untuk perumahan atau 10 persen untuk keperluan lainnya
Jika sudah memenuhi masa kepesertaan tersebut, peserta dapat mengklaim sejumlah nilai persentase tersebut, tulis @KemnakerRI.
Hal ini berlaku bagi peserta baik yang masih bekerja atau yang mengalami PHK.
Kemudian, sisanya dapat diambil saat peserta memasuki usia pensiun (usia 56 tahun).
Selain karena memasuki usia pensiun, klaim JHT juga dapat dilakukan bila peserta meninggal dunia (diajukan oleh ahli warisnya) atau peserta mengalami cacat total tetap.
Jika pekerja atau buruh di PHK sebelum usia 56 tahun, Kemnaker mengatakan, akan ada skema pelindungan.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Kemnaker menyebutkan dalam cuitan @KemnakerRI, akan ada yang mengcover kondisi tersebut, yaitu adanya hak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Dengan kata lain, pekerja yang terkena PHK sebelum 56 tahun akan mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan manfaat uang tunai dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan akses informasi pasar kerja, dan juga pelatihan kerja.
Namun, tidak semua pekerja dapat mencairkan JKP.
Menurut Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021, Pasal 20 Ayat 1, disebutkan sebagai berikut.
Manfaat JKP tidak dapat diberikan untuk pekerja yang terkena PHK yang dikarenakan:
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/120222-Menaker.jpg)